“Berdekatan dengan mereka selalu mengingatkanku pada kejaran pertanyaan "Mana suaminya? Mana anaknya?". Aku sendiri tidak penting. Bagi mereka, mempunyai suami dan anak jauh lebih penting dari diriku. Aku memang sudah mati sebelum mati.”

“Bagi manusia hidup, masa lalu adalah bagian dari mereka sekarang. Karena itu, masa lalu sebenarnya tidak pernah lalu, karena selalu menjadi bagian masa depan. Namun bagiku, ia hanyalah sekumpulan kisah di mana aku adalah pemeran utamanya.”

“Orang yang mati disebut pergi. Sedang aku belum pergi. Aku masih di sini. Tapi sungguh, aku sudah mati.”

“Begitu cintanya mereka pada hidup. Hingga orang mati pun tidak diperkenankan tampil sebagai mayat.”

“Aku merapikan semua kertas-kertas dan alat tulisku yang berceceran. Aku sudah mati, tapi masih melakukan segala rutinitas ketika masih hidup.”

“dan aku terkadang lupa untuk pura-pura hidup. Tubuhku terdiam. Denyutku hilang. Aku tidak bergerak sama sekali. Tapi, setelah terdiam beberapa lama, si kembar mulai menusuk-nusuk tubuhku dengan jari mereka, mengingatkan aku untuk berpura-pura hidup lagi”

“Ia menceritakan kisah tentang surga, di mana para manusia yang saleh dapat hidup dengan nikmat, senikmat-nikmatnya. Mereka bisa mendapat makanan dan minuman berlimpah, bidadari yang cantik-cantik (jadi, para bidadari tidak bisa menikmati surga karena mereka cuma budak seks di sana).”