“Mungkin... gue perlu orang yang bisa mencairkan hati gue yang udah keras ini. Gue perlu melihat lebih banyak. Mendengar lebih banyak.”
“Kadang-kadang emang butuh sendiri supaya bisa denger dengan jelas apa yang hati kita butuhkan. Biar hidup nggak garing kayak hidup gue sekarang.”
“Hidupnya selalu penuh target. Tapi, sekarang ia merasa hampa. Sebenarnya apa yang dikejarnya? Saat ini hampir semua target hidupnya sudah tercapai. Orang lain menganggap hidupnya serba sempurna. Entah sempurna bagian mananya? Pekerjaan dan materi ini ternyata tidak mendatangkan kebahagiaan. Baginya, ini adalah kebahagiaan semu. Ia ingin merasakan cinta. Dicinta. Mencintai. Ia ingin tembok arogansi dalam dirinya runtuh. Ia rindu merasakan kehangatan hatinya.”
“Masalah cinta ternyata bisa membuatnya menjadi orang yang merasa kekurangan.”
“Pram, cinta itu jorok.... Dia ada di mana aja, nggak kenal tempat. Temuin pilihan gue tadi deh, siapa tahu cocok. Buka mata, buka hati... rasain di sini," kata Oki sambil menaruh telapak tangan kanannya di dada, kemudian melambaikan tangannya pada Oki.”
“Bagi Tari, risiko atas sebuah pilihan untuk bergerak jauh lebih terhormat daripada risiko atas pilihan berdiam diri dan menyerah pada keadaan.”
“Ah... manusia memang tak pernah merasa cukup.”
“Tapi, tenangkah saat impiannya sebentar lagi akan ia genggam? Ternyata tidak. Butuh sebuah strategi karena hidup bersama utang akan membuat siapa pun di dunia ini mengalami keresahan yang luar biasa. Apalagi kalau mengingat umur yang tidak pernah tahu kapan akan berakhir.”
“Semua orang punya caranya sendiri untuk memenangkan impiannya. Semua orang punya ceritanya sendiri dalam meraih impiannya.”
“Makanya duit jangan dikejar... just do something that you love to do, and the money will follow you.”
“Ia merasa kesepian, padahal seharusnya tidak perlu merasa demikian karena stok teman-temannya yang banyak dan beraneka ragam pastilah akan mampu membuat keramaian seketika. Tapi, kali ini ia sungguh dilanda rasa sepi. Ada rasa rindu menyeruak. Rindu yang tidak tahu ditujukan untuk siapa.”
“Hahaha... biar gaji habis, yang penting hati senang! Buat apa punya duit banyak kalo hati nggak senang. ... biar jauh terbentang jarak ini, tapi hati jangan sampai kauberi jarak, Pol...”
“Ia merasakan kulitnya beku oleh AC di ruangan, tapi sebenarnya yang paling membuatnya beku adalah suasana hatinya yang tak menentu. Hati merindu tapi entah pada siapa. Menanti seseorang tapi entah di mana. Inginnya ia menyambut seseorang dengan gempita. Seseorang yang mampu membuat kembali jiwanya bernyanyi. Seseorang yang belum bernama, tapi bayangannya lekat di hati dan ingin segera direngkuhnya. Kali ini, tanpa banyak berpikir dan pertimbangan. Hanya mengikuti suara hati. Sore itu berlalu dengan senyap. Malam menanti dan hati masih terus seorang diri.”
“Tar, jangan lupa... usaha yang terbaik selalu ada aja ganjarannya. Gue yakin, akan banyak jalan yang terbuka ketika nanti lo teguh akan niat lo. Jumlah 54 juta adalah besar bagi kita, tapi di mata Dia? Ini masalah sepele, semudah lo membuka dan menutup mata. Jadi jangan lupa, berdoa yang sama kerasnya dengan usaha yang akan lo lakukan....”
“Keyakinan kecil yang baru aja lo sebut itu seperti nyala sebuah lilin dalam gelap, Tar.... Mungkin memang nggak bisa melihat semua, tapi setidaknya lilin itu yang akan menuntun lo mencari jalan keluar.... Pegang aja nyala keyakinan yang ada itu dalam hati dan pikiran lo. Semoga itu yang akan membuat banyak hal leleh dengan api keyakinan yang lo punya.”
“Di dunia ini nggak ada yang nggak mungkin kalau kita berusaha, Tari.... Menurut hati lo mungkin nggak?”
“... You can solve the problem, if you can state it. Kalau lo memang percaya sama gue, kita pecahkan masalah ini sama-sama. ...”
“Ketenteraman di rumah adalah harga yang mahal baginya.”
“Dulu, dipikirnya akan sangat mudah untuk menyisihkan penghasilannya dan mencicil utang sekolahnya. Tapi, eksekusi tidak semudah rencana. Kehidupan berjalan dan mengubah rupa menjadi sangat serius.”
“Keadaan mendesak. Apa pun pekerjaan yang bisa menghasilkan uang akan dilakukannya.”
“Tapi, nyatanya keadaan memaksa ia harus berjibaku dengan waktu dan prioritas hidup yang berhubungan dengan napas orang lain.”
“Apa pentingnya nama kampus bagi perusahaan? Bukankah yang dibutuhkan adalah skill dari calon pelamar. Pertanyaan menarik yang mungkin ditanyakan oleh banyak orang. Sayangnya, realitas berkata sebaliknya. Nama kampus adalah satu hal yang sangat dipertimbangkan ketika akan masuk kerja di perusahaan idaman.”
“Tak pernah disangkanya bahwa mencari kerja itu sama susahnya dengan mencari jodoh. Sama-sama memiliki persyaratan yang harus dipenuhi. Persyaratan yang terkadang membuatnya berpikir, apakah dirinya tidak masuk dalam kategori manusia-manusia yang dicari oleh perusahaan itu sehingga harus terdampar di sini?”
“Kesulitan tak pernah menjadi sesulit ini manakala hati ikut menjadi partner dalam menjalaninya. Tapi, jika hati tertinggal dari langkah... hanya kegelapan yang ada.”
“Wan... jadi orang itu harus sabar, harus dengan senyum... biar hatinya ikut tersenyum. Namanya kerja pasti ada naik-turunnya.... Wajarlah namanya juga baru kerja, masih mencari jati diri.... Masa-masa sulit di awal kerja itu harus dinikmati, Wan... kerja itu harus ikhlas.”
“Tak apa.... Demi semua ilmu yang telah diserapnya dari bangku kuliah dan kepingan pengalamannya, demi pembentukan karakter diri. Ia merasa semua itu adalah tanggung jawab pribadinya atas sebuah impian hidupnya. Harga yang harus ditukarnya dengan sebuah pengalaman duduk di bangku kuliah dan sejuta pengalaman berharga lainnya. Utang yang harusnya bukan menjadi beban, tapi "investasi" hidupnya. Ia sadar, ada sebuah harga yang harus dibayar untuk menciptakan sumber daya manusia yang cerdas pemikiran dan emosi, aktif, berprestasi, dan andal.”
“Harapan yang dulu juga pernah ia perjuangkan untuk bisa hidup dan berdiri.”
“Telat masuk, telat keluar, tapi paling tidak ia tidak terlalu terlambat untuk meraih impiannya menjadi sarjana di tengah kondisi karut-marut ekonomi keluarganya. Karenanya, ia tak mau lagi merasa menjadi orang yang telat dalam mendulang kesempatan.”
“Sayang, pekerjaan susah didapat dengan cepat. Hingga akhirnya kesempatan yang ada di depan matalah yang menjadi kesempatan terbaik. Kesempatan yang menukar waktu untuk menimba ilmu dengan uang. Demi hidup, demi keluarga.”
“Setiap ilmu yang sudah kita miliki, nanti akan dimintai pertanggungjawabannya. Setiap manusia yang sudah berilmu dan sejahtera karena ilmunya, sebenarnya ia punya satu tanggung jawab untuk memerdekakan orang dari kebodohan dan membuatnya bergerak untuk lebih sejahtera”
“Tidak ada bisa atau tidak bisa, yang ada hanya mau atau tidak mau (Firman Budi Kurniawan)”
“Hidup itu harus sesuai dengan aturan mainnya :1. Tidak menggunakan jarimu untuk menunjuk dan menyalahkan orang lain.2. Putuskan rantai dendam yang ada dalam diri kamu.3. Ikhlas.4. Perbaiki hubunganmu dengan Pemilik jiwa mu dan Dia akan mengurus semua urusanmu di dunia, serumit apapun.”
“Sembilan itu adalah angka yang baik untuk melambangkan betapa bernilai & berharganya sesuatu yaitu Diri Kita. Angka itu berada di atas rata-rata, tetapi masih menyisahkan ruang untuk terus mendekati Kesempurnaan. Angka 9 masih akan terus mencari perbaikan diri untuk mencapai 10. Itu yang akan membuatnya terus bergerak, melakukan hal yang lebih dari waktu ke waktu… 9 memiliki bagian atas yang yang membentuk lingkaran dan itu adalah ruang pribadi bagi setiap orang. Seperti sebuah tempat untuk menyimpan keyakinan yang tidak akan terganggu. Sementara buntut di bawahnya adalah ruang terbuka, tempat orang bisa terus mengasah dirinya untuk menerima wawasan dan pengetahuan baru, serta akhirnya membuat dirinya terus menerus termotivasi untuk bisa lebih baik lagi. Dan 9 adalah Nilai buat seseorang yang terus membawa impiannya dengan semangat Matahari…”
“seorang pemenang adalah orang yang melakukan setengah pekerjaannya ketika yang lain terlelap”