Helvy Tiana Rosa
is widely recognized for her works in Indonesian literary and for her relentless efforts to encourage people, especially the young, poor and women, to write and publish their own works.
She was born in Medan, 2 April 1970 and had a bachelor and master degree of literature from Letters Faculty of University of Indonesia. She wrote more than 50 books, like Juragan Haji (The Juragan Hajj, 2014), Tanah Perempuan (The Woman’s Land, 2009), Segenggam Gumam (A Graps of Murmur, 2003), Mata Ketiga Cinta (The Third Eyes of Love, 2012) and Ketika Mas Gagah Pergi (When Mas Gagah Leaves, 1997). Some of her works were already translated in English, Japanese, Arabic, Swedish, German, French, and so forth. She was frequently invited to speak and read her works both in Indonesia and abroad, like Malaysia, Brunei, Singapore, Thailand, Hong Kong, Japan, Egypt, Turkey, and USA.
In 1990 she established Teater Bening as a director and script writer for the play performances. She was the former editor and the Chief Editor of Annida Magazine and later she involved intensively to help the emergence of writers from different social backgrounds in many cities in Indonesia and abroad through Forum Lingkar Pena (FLP) which was founded by her in 1997. Koran Tempo named her as Lokomotif Penulis Muda, A Locomotive of Young Writers, and The Straits Times named her as a pioneer for contemporary Indonesia Islamic literature (2003).
Helvy received more than 40 awards of national level in the field of writing and community empowerment, like A Literary Figure from Balai Pustaka and Majalah Sastra Horison (2013), A Figure of Books of IBF Award from IKAPI (2006), A Literary Figure of Nusantara Islamic Literary Festival (2016), A Literary Figure of Eramuslim Award (2006), Ummi Award (2004), Nova Award (2004), Kartini Award as one of The Most Inspiring Women in Indonesia (2009), and SheCAN! Award (2008). Her poem Fisabilillah was The Winner of Iqra Poetry Writing Competition of National Level in 1992, with the juries: HB Jassin, Sutardji Calzoum Bachri and Hamid Jabbar. Her short story Jaring-Jaring Merah was appointed as one of the best short stories of Sastra Horison Magazine in one decade between 1990 and 2000. Bukavu (LPPH 2008) was a nomination of Khatulistiwa Literary Award in 2008 and she became The Most Favourite Poet, and her work Mata Ketiga Cinta was chosen as as The Most Favourite Poetry Book of Indonesian’s Readers from Goodread Indonesia in 2012. She was arwaded an honour of Anugerah Karya Satya Lencana from the President of the Republic of Indonesia (2016).
She became a member of Jakarta Arts Council (2003-2006) and as the Founder and the Advisor of Bengkel Sastra Jakarta and also as a Member of The Southeast Asia Board of Literature (2006-2014). Now, she is a vice chair of Islamic Culture and Art Development Commision, The Council of Islamic Scholars of Indonesia, and a Member Social and Art Commision, The Council of Islamic Women Scholars of Indonesia.
Helvy then was listed in 33 Tokoh Sastra Paling Berpengaruh di Indonesia (33 People of The Most Influencial Literary Figures in Indonesia) written by Jamal D. Rahman et al (Gramedia, 2014). For nine years, from 2009 to 2017, She was also chosen out of 20 Indonesian people who were listed in 500 People of The Most Influencial Moslem Figures in the World, as research result conducted by Royal Islamic Strategic Studies Centre, in Jordan with several high rank universities in the world.
Recently, she took charge as a producer for two movies based on her novel 'Ketika Mas Gagah Pergi." The first movie was released in 2016 under the same name. The sequel 'Duka Sedalam Cinta' is planned to be released in 2017.
“Sungguh telah kau fanakan diriku, Kekasihtapi tidak cintaku padaMu.”
“Realita? Aku meragukan realitaku sendiri. Yang mana realitas itu sebenarnya? Mungkin bagiku mimpi dan fiksi itulah realita sejati, sedang hidup yang kata mereka kujalani hanyalah mimpi, cerpen bahkan novel yang belum selesai.”
“Pada setiap matahari terbit berjanjilah pada diri untuk tak membiarkan kebajikan dikalahkan begitu saja di depan matamu.... Pada setiap matahari terbit berjanjilah untuk bangkit dan menebar cinta di sepanjang jalan raya kehidupan ini.”
“Dan akhir adalah permulaankau aku tak pernah menapaki mulajuga mungkin tak pernah sampaipada selesaiseperti puisi yang kutanamdi kuntum hatimu”
“Saya pakai jilbab bukan untuk kepentingan para lelaki. Saya berjilbab untuk kepentingan saya. Untuk kemerdekaan saya.”
“Kebahagiaan orang yang kita cintai seringkali lebih kita dambakan daripada kebahagiaan kita sendiri.”
“Huruf huruf dan semua tanda baca itu kini tak lagi saling menyapa, apalagi bekerja secara ajaib saat aku memikirkanmu. Diamlah. Aku butuh sesuatu yang lebih utuh dari dirimu.”
“Kalau ada orang yang membencimu karena kau melakukan banyak kebaikan, itu bukan masalahmu. Tapi masalah orang itu.”
“Mengajar adalah semacam pertunjukan yang harus menarik.”
“Tak ada orang yang benar-benar kalah kecuali yang menjauhkan diri dari Allah.”
“Pastikan kau bergerak, juga menulis dengan rasa cinta, sebab itu yang akan membangun jiwa Indonesia dan dunia.”
“Bagi saya tidak penting disebut penulis, pengarang atau sastrawan, yang penting terus berkarya. Lalu dengan rendah hati terus belajar menulis.”
“Kemanusiaan itu tak mengenal batas negara dan agama. Ia tumbuh dari keajaiban nuranimu tanpa sekat, tanpa musim”
“Puisi adalah suara sekaligus kaki bagi hati.”
“Puisi itu pada dasarnya akrobatik kata-kata, tapi harus disiasati agar punya lapis makna”
“Bergantung pada manusia itu meresahkan. Bergantung pada Allah itu menentramkan.”
“Tiada hari tanpa berbagi harus jadi prinsip. Merasa tak punya yg harus dibagi? Senyum dan lapangkan dada serta jalan orang lain.”
“Pembaca adalah kekasih para penulis.”
“Pembalasan paling indah yang sangat pedih adalah lewat novel.”
“Bagi saya menulis novel itu memahat kenangan, menyulut inspirasi sambil melakukan pembalasan atas kepedihan dengan cara yang paling indah.”
“Pembaca adalah jantung buku saya.”
“Seringkali kau merasa sudah terlalu lelah dan nyaris rebah. Tapi jangan pakai sisa energi, langkah dan nafasmu untuk menyerah. Bangkit dan rebut niscaya!”
“Telah tiba masanya mewarnai dirimu sendiri dengan yang paling kilau. Kelak dia akan bisa melihat keindahanmu, bahkan tanpa mata...”
“Menulis itu peduli. Menulis itu mencinta.”
“Kita perlu jatuh cinta atau patah hati untuk dapat membuat puisi yang bagus.”
“Menulis itu menenangkan pikiran dan nurani yang nyeri.”
“Kebahagiaan sejati adalah ketika kita bisa ikut menyukseskan orang lain.”
“Bulan bulat pasi dan kenangan tanpa spasi. Tiba-tiba aku merasa berhenti menanti itu indah sekali.”
“Mengapa saya menulis? Mungkin karena saya ingin selalu mendekapmu erat lewat kata-kata.”
“Cerpen-cerpen itu telah menumbuhkan sayap di punggung saya.”
“Karya sastra adalah parfum para sastrawan.”
“Sastra bisa menampung semua gejolak dalam diri, mengurangi derita serta membuatmu lebih peka serta berdaya.”
“Mari bersenang-senang! Mari mengarang!”
“Menulis itu seperti bermain kungfu. Anda tidak akan pernah menjadi jago kungfu meski seumur hidup menonton Jacky Chan atau Jet Lee, tanpa berlatih kungfu.”
“Maka barangkali yang bisa saya lakukan hanya melawan dengan tulisan.”
“Buku yang baik adalah buku yang bisa membuatmu bergerak.”
“Menulis itu kegiatan menanam berlian di hati pembaca.”
“Menulis itu menenagkan pikiran dan nurani yang nyeri.”
“Awal karir menulis saya karena luka.”
“Ketika menulis saya harus yakin bahwa apa yang akan saya tulis baik, menarik dan bermanfaat.”
“Sastra itu penuh makna dan bisa mengingatkan kita dengan cara yang indah dan tak terduga.”
“Bagi saya membaca dan menulis itu bukan hobi, tapi kebutuhan.”
“Saya menulis untuk mencerahkan diri saya dan orang lain.”
“Mau jadi pengarang? Tak ada jalan lain kecuali membaca membaca, membaca terutama karya para sastrawan terkemuka dan menulis menulis menulis. Ikut workshop hanya penunjang, begitu pula teori-teori itu, komunitas untuk mengingatkan tekad, saling menyemangati, berbagi pengalaman. Tak seorangpun bisa menjadikan dirimu sebagai penulis/pengarang kecuali dirimu sendiri.”
“Mengapa sombong? Kita dari tanah. Kita akan selalu bisa menumbuhkan kebaikan dan keindahan bagi diri dan sekitar, hingga menjalar dan berkembang sampai pada pucuk-pucuk harapan, disebabkan ikhtiar serta keikhlasan, bukan arogansi.”
“Salah satu yang paling saya takutkan terjadi pada diri saya adalah berprasangka buruk terhadap orang lain..., banyak menduga-duga, sehingga saya tidak produktif terhadap waktu saya dan sibuk mencari-cari keburukan orang itu, dari amal hingga kalbu-nya, wilayah yang hanya kuasa Allah semata.”
“Setiap saat adalah masa untuk mencintai.”
“Belajar untuk melupakan sebesar apapun kebaikan saya pada orang lain, tapi akan mematri di hati, sekecil apapun kebaikan orang lain pada saya.”
“Kapan kita tahu bahwa kita pribadi yg tulus? Setiap kali kita bahagia melihat, mendengar kebahagiaan dan keberhasilan orang lain.”
“Merdeka adalah ketika suara nuranimu tak lagi sembunyi.”