Mohammad Kasim photo

Mohammad Kasim

Penulis novel dan cerpen zaman Balai Pustaka. Lahir di Muara Sipongi, Sumatera Utara, 1886. Antara lain bersama Suman Hs., M. Kasim termasuk pelopor penulisan cerita pendek dalam jajaran sastra Indonesia baku. Ia semula mempunyai pekerjaan tetap sebagai guru sekolah dasar. Tahun 1922, mulai dikenal sebagai penulis melalui novelnya yang pertama terbitan Balai Pustaka, yakni Moeda Teroena. Pada tahun 1924 ia memenangkan sayembara menulis buku anak-anak. Karyanya kemudian diterbitkan dengan judul Pemandangan dalam Doenia Kanak-kanak (Si Samin). Ia juga dikenai sebagai penulis cerita pendek yang kemudian diterbitkan sebagai buku Teman Doedoek (1936).

Novel maupun cerpennya bercerita tentang penduduk perkampungan Sumatera dengan gaya sederhana dan penuh humor. Namun Kasim sendiri lebih menunjukkan karya-karyanya itu kepada para pembaca muda daripada orang dewasa. Karya terjemahannya adalah Niki Bahtera (Dari In Woelige Dagen karya C.J. Kieviet) dan Pangeran Hindi (dari De Vorstvan Indie karya Lew Wallace), masing-masing tahun 1920 dan 1931.


“Waktu orang tua itu lagi muda, aku pun lagi muda dan waktu iamendapat ikan itu aku pun sedang menangguk, beroleh seekor ikan, yangamat besar pula, dalam perutnya kedapatan sebuah gung, yang amatbesar. Apabila aku palu kedengaranlah bunyinya "bohong, bohong,bohong.”
Mohammad Kasim
Read more
“Lamlah tidak mau jadi anak laja, Lamlah anak bapak dan anak mak,"jawab budak yang belum mengenal kemuliaan dunia itu.Ala, bodoh si Malah ini, tidak mau jadi anak raja?" kata si Saminmencampuri percakapan itu. "Anak raja senang sekali, duitnya banyak,hari-hari makan ayam."Kalau si Samin ini, tak lain daripada memikirkan pengisi perut saja,"kata mak si Samin dari balik dinding.Ya, abang ini lakus benal, endak makan ayam saja seperti musang,"kata si Ramlah.”
Mohammad Kasim
Read more
“..Pakaian kita patutlah sepadan dengan pencaharian kita. Kalau kitatelah bersepatu, hendaknya di rumah pun duduk di atas kursi atau diatas tikar permadani, tidur di atas katil, makan cukup, gulai jangansambal terasi berganti dengan sambal belacan sahaja.Aku ini, itulah sebabnya maka tak sepakat dengan kelakuankebanyakan orang zaman sekarang. Dasi berjela-jela setengah meter,uang pun kuntal kantil di dada, tetapi kantung melayang ditiup angin.Sampai di rumah mulut disempal dengan daun ubi campur sambal terasi.”
Mohammad Kasim
Read more