Pramoedya Ananta Toer photo

Pramoedya Ananta Toer

Pramoedya Ananta Toer was an Indonesian author of novels, short stories, essays, polemics, and histories of his homeland and its people. A well-regarded writer in the West, Pramoedya's outspoken and often politically charged writings faced censorship in his native land during the pre-reformation era. For opposing the policies of both founding president Sukarno, as well as those of its successor, the New Order regime of Suharto, he faced extrajudicial punishment. During the many years in which he suffered imprisonment and house arrest, he became a cause célèbre for advocates of freedom of expression and human rights.

Bibliography:

* Kranji-Bekasi Jatuh (1947)

* Perburuan (The Fugitive) (1950)

* Keluarga Gerilya (1950)

* Bukan Pasarmalam (1951)

* Cerita dari Blora (1952)

* Gulat di Jakarta (1953)

* Korupsi (Corruption) (1954)

* Midah - Si Manis Bergigi Emas (1954)

* Cerita Calon Arang (The King, the Witch, and the Priest) (1957)

* Hoakiau di Indonesia (1960)

* Panggil Aku Kartini Saja I & II (1962)

* The Buru Quartet

o Bumi Manusia (This Earth of Mankind) (1980)

o Anak Semua Bangsa (Child of All Nations) (1980)

o Jejak Langkah (Footsteps) (1985)

o Rumah Kaca (House of Glass) (1988)

* Gadis Pantai (The Girl from the Coast) (1982)

* Nyanyi Sunyi Seorang Bisu (A Mute's Soliloquy) (1995)

* Arus Balik (1995)

* Arok Dedes (1999)

* Mangir (1999)

* Larasati (2000)


“Mendapat upah kerena menyenangkan orang lain yang tidak punya persangkutan dengan kata hati sendiri, kan itu dalam seni namanya pelacuran?”
Pramoedya Ananta Toer
Read more
“Semua yang terjadi d bawah kolong langit adalah urusan setiap orang yang berpikir”
Pramoedya Ananta Toer
Read more
“Such was the love of this grandson for his grandmother that two years after the death of his mother, when she herself fell gravely ill, he vowed to her that someday he would try to tell the world her life story.'But why?' she asked humbly. 'I'm no one, just a girl from the coast''But you are everyone, Grandma,' the young Pramoedya told her. 'You are all the people who have ever had to fight to make this life their own.”
Pramoedya Ananta Toer
Read more
“A mother knows what her child's gone through, even if she didn't see it herself.”
Pramoedya Ananta Toer
Read more
“. . . Kau terpelajar, Minke, Seorang terpelajar harus juga belajar berlaku adil sudah sejak dalam pikiran, apalagi dalam perbuatan. Itulah memang arti terpelajar itu. . . .”
Pramoedya Ananta Toer
Read more
“Kowé kira, kalo sudah pake pakean Eropa, bersama orang Eropa, bisa sedikit bicara Belanda lantas jadi Eropa? Tetap monyet!”
Pramoedya Ananta Toer
Read more
“Tahu kau mengapa aku sayangi kau lebih dari siapa pun? Karena kau menulis. Suaramu takkan padam ditelan angin, akan abadi, sampai jauh, jauh di kemudian hari. (Mama, 84)”
Pramoedya Ananta Toer
Read more
“Barang siapa tidak tahu bersetia pada azas, dia terbuka terhadap segala kejahatan: dijahati atau menjahati. (Mama, 4)”
Pramoedya Ananta Toer
Read more
“Sejak zaman kompeni, Aceh punya keberanian individu, Jawa punya keberanian kelompok. Beda sekali.”
Pramoedya Ananta Toer
Read more
“Kau mengabdi pada tanah ini, tanah yang memberimu nasi dan air. Tapi para raja dan para pengeran dan para bupati sudah jual tanah keramat ini pada Belanda. Kau hanya baru sampai melawan para raja, para pangeran, dan para bupati. Satu turunan tidak bakal selesai. Kalau para raja, pangeran, dan bupati sudah dikalahkan, baru kau bisa berhadapan pada Belanda. Entah berapa turunan lagi. Tapi kerja itu mesti dimulai.”
Pramoedya Ananta Toer
Read more
“Tidak, yang mati tidak harus bisu. Energi mereka tetap hidup melalui berbagai cara, jalan dan sarana, terutama melalui kenangan dan mulut para nyawa yang lolos dari saringannya di Buru ini. Pada suatu kali mungkin ada yang mampu mencatatnya tanpa tangannya gemetar dan tanpa membasahi kertasnya.”
Pramoedya Ananta Toer
Read more
“Biarlah hati ini patah karena sarat dengan beban, dan biarlah dia meledak karena ketegangan. Pada akhirnya perbuatan manusia menentukan, yang mengawali dan mengakhiri. Bagiku, kata-kata hiburan hanya sekedar membasuh kaki. Memang menyegarkan. Tapi tiada arti. Barangkali pada titik inilah kita berpisah...”
Pramoedya Ananta Toer
Read more
“..babak sinthesis sedang di ambang pintu. Yang jelas, semua yang telah terjadi akan abadi dalam ingatan bangsa ini dan umat manusia sepanjang abad, tak peduli orang suka atau tidak. Para pengarang akan menghidupkannya lebih jelas dalam karya-karyanya. Para pembunuh dan terbunuh akan menjadi abadi di dalamnya daripada sebagai pelaku sejarah saja. Topeng dan jubah suci akan berserakan.”
Pramoedya Ananta Toer
Read more
“Apabila sebagai pengarang harus kutangguhkan begitu banyak ketidakadilan di tanahair sendiri, penganiayaan lahir-batin, perampasan kebebasan dari penghidupan, hak dan milik, penghinaan dan tuduhan, bahkan juga perampasan hak untuk membela diri melalui mass-media mau pun pengadilan, aku hanya bisa mengangguk mengerti. Sayang sekali kekuasaan tak bisa merampas harga diri, kebanggaan diri, dan segala sesuatu yang hidup dalam batin siapa pun.”
Pramoedya Ananta Toer
Read more
“Sebagai pengarang saya masih lebih percaya kepada kekuatan kata daripada kekuatan peluru yang gaungnya hanya akan berlangsung sekian bagian dari menit, bahkan detik.”
Pramoedya Ananta Toer
Read more
“I will not close my eyes, neither those in my head nor those in my soul, as the ship carries me away, along with my future, my dreams, and my beliefs. Buru Island is no happy land somewhere; it's but a way station on my journey in life—though to believe even that much will require no small measure of hope.”
Pramoedya Ananta Toer
Read more
“Saya selalu percaya--dan ini lebih merupakan sesuatu yang mistis--bahwa hari esok akan lebih baik dari hari sekarang.”
Pramoedya Ananta Toer
Read more
“Seorang terpelajar itu harus adil, sejak dalam pikiran! [Bumi Manusia]”
Pramoedya Ananta Toer
Read more
“At the beginning of all growth, everything imitates.”
Pramoedya Ananta Toer
Read more
“Dan kini, Adikku, kini terasa betul oleh kita, pahit sungguh hidup di dunia ini, bila kita selalu ingat pada kejahatan orang lain. Tapi untuk kita sendiri, Adikku, bukankah kita tidak perlu menjahati orang lain?”
Pramoedya Ananta Toer
Read more
“Kesalahan orang-orang pandai ialah menganggap yang lain bodoh, dan kesalahan orang-orang bodoh ialah menganggap orang-orang lain pandai”
Pramoedya Ananta Toer
Read more
“setiap pejuang bisa kalah dan terus-menerus kalah tanpa kemenangan, dan kekalahan itulah gurunya yang terlalu mahal dibayarnya. Tetapi biarpun kalah, selama seseorang itu bisa dinamai pejuang dia tidak akan menyerah. Bahasa Indonesia cukup kaya untuk membedakan kalah daripada menyerah (Prahara Budaya, h. 187)”
Pramoedya Ananta Toer
Read more
“Menulis adalah sebuah keberanian...”
Pramoedya Ananta Toer
Read more
“Pada akhirnya persoalan hidup adalah persoalan menunda mati, biarpun orang-orang yang bijaksana lebih suka mati sekali daripada berkali-kali.”
Pramoedya Ananta Toer
Read more
“Kita semua harus menerima kenyataan, tapi menerima kenyataan saja adalah pekerjaan manusia yang tak mampu lagi berkembang. Karena manusia juga bisa membikin kenyataan-kenyataan baru. Kalau tak ada orang mau membikin kenyataan-kenyataan baru, maka “kemajuan” sebagai kata dan makna sepatutnya dihapuskan dari kamus umat manusia.”
Pramoedya Ananta Toer
Read more
“Sejak jaman nabi sampai kini, tak ada manusia yang bisa terbebas dari kekuasaan sesamanya, kecuali mereka yang tersisihkan karena gila. Bahkan pertama-tama mereka yang membuang diri, seorang diri di tengah-tengah hutan atau samudera masih membawa padanya sisa-sisa kekuasaan sesamanya. Dan selama ada yang diperintah dan memerintah, dikuasai dan menguasai, orang berpolitik.”
Pramoedya Ananta Toer
Read more
“Orang bilang ada kekuatan-kekuatan dahsyat yang tak terduga yang bisa timbul pada samudera, pada gunung berapi dan pada pribadi yang tahu benar akan tujuan hidupnya .”
Pramoedya Ananta Toer
Read more
“Setiap tulisan merupakan dunia tersendiri, yang terapung-apung antara dunia kenyataan dan dunia impian.”
Pramoedya Ananta Toer
Read more
“Hidup sungguh sangat sederhana. Yang hebat-hebat hanya tafsirannya.”
Pramoedya Ananta Toer
Read more
“Nilai yang diwariskan oleh kemanusiaan hanya untuk mereka yang mengerti dan membutuhkan. Humaniora memang indah bila diucapkan para mahaguru—indah pula didengar oleh mahasiswa berbakat dan toh menyebalkan bagi mahasiswa-mahasiswa bebal. Berbahagialah kalian, mahasiswa bebal, karena kalian dibenarkan berbuat segala-galanya.”
Pramoedya Ananta Toer
Read more
“Di balik setiap kehormatan mengintip kebinasaan. Di balik hidup adalah maut. Di balik persatuan adalah perpecahan. Di balik sembah adalah umpat. Maka jalan keselamatan adalah jalan tengah. Jangan terima kehormatan atau kebinasaan sepenuhnya. Jalan tengah—jalan ke arah kelestarian.”
Pramoedya Ananta Toer
Read more
“Dan bukankan satu ciri manusia modern adalah juga kemenangan individu atas lingkungannya dengan prestasi individual? Individu-individu kuat sepatutnya bergabung mengangkat sebangsanya yang lemah, memberinya lampu pada yang kegelapan dan memberi mata pada yang buta”
Pramoedya Ananta Toer
Read more
“Masa terbaik dalam hidup seseorang adalah masa ia dapat menggunakan kebebasan yang telah direbutnya sendiri”
Pramoedya Ananta Toer
Read more
“Ilmu pengetahuan, Tuan-tuan, betapa pun tingginya, dia tidak berpribadi. Sehebat-hebatnya mesin, dibikin oleh sehebat-hebat manusia dia pun tidak berpribadi. Tetapi sesederhana-sederhana cerita yang ditulis, dia mewakili pribadi individu atau malahan bisa juga bangsanya. Kan begitu Tuan Jenderal?”
Pramoedya Ananta Toer
Read more
“..dan modern adalah juga kesunyian manusia yatim-piatu dikutuk untuk membebaskan diri dari segala ikatan yang tidak diperlukan: adat, darah, bahkan juga bumi, kalau perlu juga sesamanya.”
Pramoedya Ananta Toer
Read more
“Revolusi Perancis, mendudukkan harga manusia pada tempatnya yang tepat. Dengan hanya memandang manusia pada satu sisi, sisi penderitaan semata, orang akan kehilangan sisinya yang lain. Dari sisi penderitaan saja, yang datang pada kita hanya dendam, dendam semata...”
Pramoedya Ananta Toer
Read more
“Selama penderitaan datang dari manusia, dia bukan bencana alam, dia pun pasti bisa dilawan oleh manusia.”
Pramoedya Ananta Toer
Read more
“Kehidupan lebih nyata daripada pendapat siapa pun tentang kenyataan.”
Pramoedya Ananta Toer
Read more
“Kehidupan ini seimbang, Tuan. Barangsiapa hanya memandang pada keceriaannya saja, dia orang gila. Barangsiapa memandang pada penderitaannya saja, dia sakit.”
Pramoedya Ananta Toer
Read more
“Tanpa mempelajari bahasa sendiri pun orang takkan mengenal bangsanya sendiri”
Pramoedya Ananta Toer
Read more
“Pernah kudengar orang kampung bilang : sebesar-besar ampun adalah yang diminta seorang anak dari ibunya, sebesar-besar dosa adalah dosa anak kepada ibunya.”
Pramoedya Ananta Toer
Read more
“Jangan kau mudah terpesona oleh nama-nama. Kan kau sendiri pernah bercerita padaku: nenek moyang kita menggunakan nama yang hebat-hebat, dan dengannya ingin mengesani dunia dengan kehebatannya—kehebatan dalam kekosongan. Eropa tidak berhebat-hebat dengan nama, dia berhebat-hebat dengan ilmu pengetahuannya. Tapi si penipu tetap penipu, si pembohong tetap pembohong dengan ilmu dan pengetahuannya.”
Pramoedya Ananta Toer
Read more
“Kau tak kenal bangsamu sendiri.”
Pramoedya Ananta Toer
Read more
“Suatu masyarakat paling primitif pun, misalnya di jantung Afrika sana, tak pernah duduk di bangku sekolah, tak pernah melihat kitab dalam hidupnya, tak kenal baca-tulis, masih dapat mencintai sastra, walau sastra lisan.”
Pramoedya Ananta Toer
Read more
“Semakin tinggi sekolah bukan berarti semakin menghabiskan makanan orang lain. Harus semakin mengenal batas(Bumi Manusia, h. 138)”
Pramoedya Ananta Toer
Read more
“Jangan anggap remeh si manusia, yang kelihatannya begitu sederhana; biar penglihatanmu setajam elang, pikiranmu setajam pisau cukur, perabaanmu lebih peka dari para dewa, pendengaran dapat menangkap musik dan ratap-tangis kehidupan; pengetahuanmu tentang manusia takkan bakal bisa kemput.”
Pramoedya Ananta Toer
Read more
“Kita telah melawan Nak, Nyo. Sebaik-baiknya, sehormat-hormatnya.”
Pramoedya Ananta Toer
Read more
“Kalian pemuda, kalau kalian tidak punya keberanian, sama saja dengan ternak karena fungsi hidupnya hanya beternak diri.”
Pramoedya Ananta Toer
Read more
“Seorang terpelajar harus juga belajar berlaku adil sudah sejak dalam pikiran, apalagi perbuatan.”
Pramoedya Ananta Toer
Read more
“Seorang terpelajar harus berlaku adil sudah sejak dalam pikiran, apalagi dalam perbuatan,”
Pramoedya Ananta Toer
Read more