Syamsuddin Arif photo

Syamsuddin Arif

Selepas tamat dari KMI Gontor di 1989, ia pun mengabdi dan mengaji di Majlis Qurra' wa-l Huffazh di Bone, Sulawesi Selatan. Kemudian pada tahun 1996 Syamsuddin berhasil menyelesaikan studi S1-nya di International Islamic University Malaysia (IIUM). Lalu ia pun menyelesaikan studi S2 dan S3-nya di kampus yang sama di International Institute of Islamic Thought and CIvilization (ISTAC) IIUM pada 1999 dan 2004. Program S3 untuk yang kedua kalinya ia tempuh di Johann Wolfgang von Goethe University, di Frankfurt.

Bersama sahabat-sahabatnya, ia mendirikan INSISTS dan menjadi anggota redaksi majalah ISLAMIA. Pernah dikirim oleh ISTAC ke Istanbul selama dua bulan dalam acara yang diselenggarakan oleh IRCICA untuk mempelajari seni khat langsung dari Hasan Celebi (murid Hamid al-Amidi).

Di samping Arab dan Inggris, bahasa yang telah dan masih terus dipelajarinya antara lain Greek, Latin, Jerman, Prancis, Hebrew, dan Syriac. Karya tulisnya yang telah diterbitkan antara lain : "Intuition and Its Role in Ibn Sina's Epistemology" dalam al-Shajarah, vol.5, no.1 (2000): 95-126, "Sufi Epistemology: Ibn 'Arabi on Knowledge and Knowing" dalam Afkar, no.3 (2002): 81-94, dan "Intuitive Knowledge in Ibn Sina: Its Distinctive Features and Prerequisites" dalam al-Shajarah vol.7, no.2 (2002). Ia juga aktif menulis di media massa nasional seperti Republika dan Hidayatullah.

Sejak Juni 2007 suami dari Andi Sri Suriati Amal (Inci) dan ayah dari empat anak (Jehan, Abdussalam, Deniz, dan Iffah) ini kembali ke almamaternya di IIUM sebagai staf pengajar.


“Orang kita kan memang suka barang impor, suka latah dan ikut-ikutan. Seringkali tanpa mengerti maksud dan latar belakangnya. Orang Barat sekuler, ikut sekuler. Mereka liberal, ikut liberal. Mereka kritik Bible, kita kritik Al-Qur'an. Nanti, mereka hancur, kita pun ikut hancur.”
Syamsuddin Arif
Read more
“Ada untungnya kalau kita pernah studi di Barat, terutama ketika menghadapi para pengagum Barat yang arogan dan merasa 'superior'. Seperti kata hadits, sombong kepada orang sombong adalah sedekah.”
Syamsuddin Arif
Read more
“Ada sebuah ungkapan bijak yang mengatakan bahwa manusia itu ada empat macam. Pertama, mereka yang tahu bahawa dirinya tahu. Yang ini patut dipercaya dan diikuti. seperti disinyalir dalam al-Qur’an: ula’ika l-ladziina hadallah, fa-bi-hudaahum iqtadih! (al-An’aam: 90). Kedua, mereka yang tidak tahu bahwa dirinya tahu. Yang seperti ini harus diingatkan dan disadarkan dulu sebelum diikuti. Ketiga, mereka yang tahu bahwa dirinya tidak tahu. Yang semacam ini perlu dibimbing dan ditunjukkan. Keempat, mereka yang tidak tahu bahwa dirinya tidak tahu. Yang model begini tidak perlu dilayani, kerana cenderung ngeyel ‘merasa tahu tetapi tidak tahu merasa’. Kepada golongan ini kita disarankan cukup berkata: salaamun ‘alaykum la nabtahghi l-jaahiliin (al-Qashash: 55).”
Syamsuddin Arif
Read more