“Kami berdua suami istri dapat menghayati pikiran dan perasaan masing-masing tanpa bicara. Malah antara kami berdua terbentuk komunikasi tanpa bicara, semacam telepati. Tanpa diberi tahu sebelumnya, sering kali karena tidak sempat, kami masing-masing dengan sendirinya melakukan tepat sesuatu yang diinginkan yang lainnya. Saya membuat masakan yang persis suami saya butuhkan tetapi saya lupa untuk menitipkan padanya sewaktu berangkat pagi. Hidup berat, tetapi manis. (Ainun Habibie, Tahun-tahun Pertama)”
“Waktu itu, kami tidak punya banyak, tetapi kami memiliki masing-masing (Ainun Habibie”
“Terus, kalau emang kami berdua berubah sesuai yang diinginkan masing-masing, are we still the same person we both fall in love with? -Twivortiare-”
“Mengapa saya tidak bekerja? Bukankah saya dokter? Memang. Dan sangat mungkin bagi saya untuk bekerja pada waktu itu. Namun, saya pikir buat apa uang tambahan dan kepuasan batin yang barangkali cukup banyak itu jika akhirnya diberikan pada seorang perawat pengasuh anak bergaji tinggi dengan risiko kami sendiri kehilangan kedekatan pada anak sendiri? Apa artinya tambahan uang dan kepuasan profesional jika akhirnya anak saya tidak dapat saya timang dan saya bentuk sendiri pribadinya? Anak saya akan tidak mempunyai ibu. Seimbangkah anak kehilangan ibu bapak? Seimbangkah orangtua kehilangan anak dengan uang dan kepuasan pribadi tambahan karena bekerja? Itulah sebabnya saya memutuskan menerima hidup pas-pasan. Tiga setengah tahun kami bertiga hidup begitu. (Ainun Habibie, Tahun-tahun Pertama)”
“Apa peduli saya bagaimana tampangnya? Saya cukup cantik untuk kami berdua, menurut saya! Semua luka ini hanya menunjukkan bahwa suami saya pemberani!..”
“Tapi kau tahu? Kami suka begini. Penduduk di Kilmore Cove, rasanya kami tidak membutuhkan bagian dunia yang lain. Dunia boleh berputar tanpa kami, karena kami memiliki yang kami butuhkan di sini. Apakah itu masuk akal?”