“Mungkin beginilah seharusnya ujian disambut, sebuah perayaan terhadap ilmu. Dengan gempita. Selain itu, aku kira, pesta ujian yang meriah ini juga dibuat agar kami sekali-kali tidak boleh pernah takut apalagi trauma dengan ujian. Bahkan diharapkan kami kebal terhadap tekanan ujian dan bahkan bisa menikmati ujian itu. Apalagi ujian akan terus datang dalam berbagai rupa sampai akhir hayat kami.”
“Ketika kami tidak mengerjakan ujian dengan baik, guru akan mencerca kami, dan mengeluh bahwa ia mengajar kelas berisi siswa-siswa idiot yang tidak berguna. Guru, seharusnya Anda tidak meremehkan kami, karena kegagalan kami adalah awal keberhasilan”
“Sabarnya Kak Ain yang piatu itu menghadapi semuanya sendiri. Duha ingin sekali jadi setabah Kak Ain. Allah menguji hamba yang dia pilih. Ujian Duha mengkin tidak sebesar ujian Kak Ain, tetapi ujian tetap ujian kan. Dan Allah pilih Duha, Subhanallah.”
“Secara mudah kebahagiaan itu ialah memiliki hati yang tenang dalam menghadapi apa jua ujian dalam kehidupan”
“Bangunlah malam, ia membantu untuk lulus ujian yang lain. Jangan sekali-kali membesarkan tidur.”
“Ibu, rasa nyaman selalu membuat orang-orang sulit berubah. Celakanya, kami sering kali tidak tahu kalau kami sudah terjebak oleh perasaan nyaman itu... Padahal di luar sana, di tengah hujan deras, petir, guntur, janji kehidupan yang lebih baik boleh jadi sedang menanti. Kami justru tetap bertahan di pondok reot dengan atap rumbia yang tampias di mana-mana, merasa nyaman, selalu mencari alasan untuk berkata tidak atas perubahan, selalu berkata 'tidak'... Ibu, rasa takut juga selalu membuat orang-orang sulit berubah. Celakanya, kami sering kali tidak tahu kalau hampir semua yang kami takuti hanyalah sesuatu yang bahkan tidak pernah terjadi... Kami hanya gentar oleh sesuatu yang boleh jadi ada, boleh jadi tidak. Hanya mereka-reka, lantas menguntai ketakutan itu, bahkan kami tega menciptakan sendiri rasa takut itu, menjadikannya tameng untuk tidak mau berubah.”