“Saya selalu mengira laki-laki seperti kamu pasti sering ngebullshit dengan mengucapkan kata cinta kepada siapa aja, bahwa kata itu tidak berarti untuk kamu, tidak seperti untuk saya.”
“Ketika kamu melontarkan sesuatu dalam kemarahan, kata-katamu meninggalkan bekas seperti lubang di hati orang lain. Kamu dapat menusukkan pisau itu. Tetapi, tidak peduli berapa kali kamu akan meminta maaf, luka itu akan tetap ada. Dan, luka karena kata-kata adalah sama buruknya dengan luka fisik”
“Saya memang suka pada topi-topi serta benda-benda yang cantik, tapi saya tidak boleh menggadaikan masa depan saya untuk membeli barang-barang seperti itu.”
“Kesan pertama selalu manis – seperti sekeranjang aprikot segar berpadu dengan vanili dan gulali. Meskipun sudah diteguk habis, rasanya tersisa untuk waktu yang sangat lama, baik pahit maupun manis. Bagi saya, cinta yang sesungguhnya seperti itu.”
“Waktu itu, saya kelas tiga SMA dan Ainun masih kelas dua SMA. Aiunun duduk-duduk bersama "gengnya" yang cantik-cantik. Entah bagaimana, saya tiba-tiba mendatangi "geng" itu, lalu berkata kepada Ainun, "Hey, kamu itu kenapa jelek ya? Hitam lagi." Lalu, saya pergi. Pasti Ainun saat itu jengkel sekali. Kenapa? Mungkin ia berpikir saya kurang ajar. Padahal mungkin secara tidak sadar, saya tertarik kepada Ainun, tetapi saya mengekspresikannya dengan cara lain karena saya tidak terlalu berani mengatakan kalau saya suka dia.”
“Tidak pernah ada kata salah untuk cinta”