“Ya memang cinta, tapi gue mau cinta dalam bentuk lainnya. Suatu bentuk cinta yang selama ini ada di kamus gue, tapi dengan definisi yang salah. Gue pikir gue cinta sama seorang laki-laki selama lima belas tahun tapi sekarang gue sadar gue nggak cinta sama dia. Separo hidup gue sudah habis hanya untuk menunggu cinta orang itu. Gue sudah salah perhitungan.”
“Sekarang gue sudah mengerti bahwa bentuk cinta yang gue mau berarti pengorbanan, bukan permintaan. Cinta itu harus diberi dengan rela dan terbuka.”
“Tapi itu bukan yang gue mau, Mbak... itu semua gue kerjakan hanya untuk memenuhi kebutuhan duniawi, tapi gue ngerasa kosong, dan gue baru sadar kekosongan itu nggak akan bisa diisi sama segala sesuatu yang sifatnya material. Kekosongan itu harus diisi dengan... cinta.”
“Ternyata gue salah. Ya, gue salah. Gue salah ketika gue mengira kalo diri gue sanggup untuk jauh dari 'sebelah sayap' gue. Gue nggak sanggup. Sayap gue terluka. Dan gue, cuma bisa mematung disini. Beku.”
“Terkadang ada hal-hal yang pingin banget kita lupain tapi nggak bisa, Tar. Dalam kasus gue, bukan kadang lagi. Ada banyak banget hal yang pingin banget bisa gue lupain. Kadang juga, ada kenyataan-kenyataan yang pingin banget kita ingkarin. Tapi nggak bisa juga. Dalam kasus gue, lagi-lagi ada banyak banget kenyataan yang kalo aja bisa, pingin banget gue ingkarin. (Matahari Senja)”
“Gue butuh 'oksigen'. Kekuatan dengan energinya yang selalu bisa bikin gue bangkit. Saat ini, gue nggak butuh apapun, selain berharap 'oksigen' gue kembali. Disini, disamping gue.”