“Hukum karma pasti berlaku, Boi," kata Paman dengan serius. "Maka jangan kau nakal dan jahat, ya. Nanti kau kena hukum karma." Aku mengangguk angguk dengan takzim. Kusimpan benar pelajaran itu.”
“Jangan bertutur terlalu cepat, nanti terucapkan hal-hal yang belum kau pikirkan. Kau boleh mengatakan semua, tetapi ucapkanlah itu dengan teratur dan dengan bahasa yang jelas.”
“Boomerang yang kau lemparkan untuk melukai orang lain suatu saat kembali dan melukaimu. Itulah HUKUM KARMA!”
“Kau menatap dokter itu dengan tatapan bodoh dan terpesona seperti perawan yang melihat lelaki pertamanya... Oh maaf," senyum Mikail benar-benar mengejek, "Aku lupa kalau kau sudah tidak perawan dan akulah lelaki pertamamu.”
“Mulai lah menulis, jangan berpikir. Berpikir itu nanti saja. Yang penting menulis dulu. Tulis draft pertamamu itu dengan hati. Baru nanti kau akan menulis ulang dengan kepalamu. Kunci utama menulis adalah menulis, bukannya berpikir”.”
“Dan kau tahu, hukum itu sejatinya adalah akal sehat, bukan debat kusir, bukan mulut pintar bicara.”