“Maka di negeri ini, para pemimpi adalah pemberani. Mereka Kesatria di tanah nan tak peduli. Medali harus dikalungkan di leher mereka.”
“Kamilah ibu para yatim. Kamilah ibu para piatu. Kamilah ibu mereka yang menderita. Kami ibu dari semua jejak yang membekas di tanah ini!”
“Mendidik adalah tanggung jawab setiap orang terdidik. Berarti juga, anak-anak yang tidak terdidik di Republik ini adalah "dosa" setiap orang terdidik yang dimiliki di Republik ini. Anak-anak nusantara tidak berbeda. Mereka semua berpotensi. Mereka hanya dibedakan oleh keadaan.”
“Meskipun aku suka sekali pohon ru, kuakui mereka seperti penjajah. Merekalah bukti betapa manusia telah menelantarkan bukit ini pada kuasa alam. Warna mereka hijau gelap, tak seperti pohon zaitun yang hijau kebiruan, dan mereka tinggi besar, seperti berusaha menguasai negeri di mana mereka menancapkan akar, memaksakan diri mereka atas bukit-bukit ini. Seperti pohon zaitun, akar mereka dekat dengan permukaan tanah, bentuknya bersimpul kemudian lurus seperti buku-buku jari. Kedua pohon itu sama-sama mengais demi sepetak tanah yang sama, sehingga sulit bagi keduanya untuk hidup berdampingan.”
“Mereka mengira dengan melampiaskan dendam maka urusannya selesai. Nah, mereka keliru. Dengan cara itu bahkan mereka memulai urusan baru yang panjang dan lebih genting. Di dunia ini, Nak, tak ada sesuatu yang berdiri sendiri. Maksudku, tak suatu upaya apa pun yang bisa bebas dari akibat. Upaya baik berakibat baik, upaya buruk berakibat buruk.”
“manusia yang malang di dunia ini bukan mereka yg tidak memiliki uang, melainkan mereka yang tidak memiliki tujuan dalam hidupnya”