“Otak manusia itu ibarat gergaji anak-anak. Gergaji itu kalau lama tidak digunakan dan diasah maka akan senantiasa tajam.”
“Kalau anak laki-laki itu mementingkan diri sendiri, maka itu bukan salah mereka, itu terletak pada pendidikannya, mereka dibuat demikian. Mereka mendapat semuanya, boleh semuanya dan apa yang tidak mereka ambil, itu baik untuk anak-anak perempuan.”
“Kami ini anak Derita, Kalian anak Sukacita,Kami anak Dukacita, Dan Duka itu bayangan TuhanYang tidak menempati wilayah hati dengki”
“Mengapa saya tidak bekerja? Bukankah saya dokter? Memang. Dan sangat mungkin bagi saya untuk bekerja pada waktu itu. Namun, saya pikir buat apa uang tambahan dan kepuasan batin yang barangkali cukup banyak itu jika akhirnya diberikan pada seorang perawat pengasuh anak bergaji tinggi dengan risiko kami sendiri kehilangan kedekatan pada anak sendiri? Apa artinya tambahan uang dan kepuasan profesional jika akhirnya anak saya tidak dapat saya timang dan saya bentuk sendiri pribadinya? Anak saya akan tidak mempunyai ibu. Seimbangkah anak kehilangan ibu bapak? Seimbangkah orangtua kehilangan anak dengan uang dan kepuasan pribadi tambahan karena bekerja? Itulah sebabnya saya memutuskan menerima hidup pas-pasan. Tiga setengah tahun kami bertiga hidup begitu. (Ainun Habibie, Tahun-tahun Pertama)”
“Anak-anakku, ilmu bagai nur, sinar. Dan sinar tidak bisa datang dan ada di tempat yang gelap. Karena itu, bersihkan hati dan kepalamu, supaya sinar itu bisa datang, menyentuh dan menerangi kalbu kalian semua.”
“Lamlah tidak mau jadi anak laja, Lamlah anak bapak dan anak mak,"jawab budak yang belum mengenal kemuliaan dunia itu.Ala, bodoh si Malah ini, tidak mau jadi anak raja?" kata si Saminmencampuri percakapan itu. "Anak raja senang sekali, duitnya banyak,hari-hari makan ayam."Kalau si Samin ini, tak lain daripada memikirkan pengisi perut saja,"kata mak si Samin dari balik dinding.Ya, abang ini lakus benal, endak makan ayam saja seperti musang,"kata si Ramlah.”