“Begini ternyata rasanya berada dalam sebuah ikatan pernikahan. Terasa lebih sakral, suci, dan agung.Garwa. Sigaraning nyawa. Belahan jiwa. Belahan jiwa yang tak hanya disatukan oleh cinta, namun juga disatukan dengan janji suci atas nama Tuhan.”
“Belahan jiwa yang semakin bening dalam mencintai satu sama lain. Belahan jiwa yang saling melindungi. Belahan jiwa yang hidup untuk hidup belahan jiwa yang lain.”
“Belahan jiwa, belahan hidup.Belahan jiwa yang saling menghidupkan.Belahan jiwa yang saling merawat.”
“Membaca Kitab Suci buat saya adalah memasuki labirin. Ada ilusi dari sebuah jalan yang lempang dan lurus dengan sebuah 'pusat' - 'akhir yang tertebak, sementara dalam kenyataannya, labirin adalah lorong-lorong sempit. Kita hanya bisa maju atau mundur. Dinding-dinding masif di kanan kiri. Selalu berbelok dan menikung tak terduga.... Dalam labirin itu, fakta dan fiksi berkait, dunia berkelindan dengan kata-kata. Dan kata-kata tersebut menyajikan semesta yang gumpil - tak utuh, tak sepenuhnya benar, dan menyembunyikan sesuatu yang kita belum tahu.Kitab suci, seperti juga labirin, bukanlah sebuah peta - proyeksi dua dimensi dari garis dan kurva yang saling bertaut. Peta, hanya sebuah abstraksi, sekumpulan tanda dan legenda yang tak sanggup menggantikan pengalaman. Sementara itu dalam kitab suci, seperti juga labirin, selalu ada misteri yang tidak menuntut untuk dipecahkan, melainkan dialami. Berkali-kali.”
“Jika sebuah pernikahan hanya menjelma menjadi neraka, lalu untuk apa sebenarnya mempertautkan cinta dalam sebuah ikatan seperti itu? Di hadapan Tuhan pula.”
“tak setiap kenangan pertama layak terlontar, apalagi di depan seseorang yang telah resmi disatukan dalam pernikahan. Seharusnya kenangan itu tetap menjadi rahasia diri, dipendam dalam relung benak terdalam, ditutup dengan kunci berlapis, dan hanya dibuka jika sedang sendiri.”