“Pergilah ke laut lepas, Sayang! Berburulah atas nama cinta. Apa kau masih mengingatnya? Dulu, di tepi pantai, setelah aku mengecupmu, kau menuju laut lepas. Hendak memburu raja laut. Di telingamu, aku bisikan doa. Berburulah atas nama rasa yang kita sebut cinta.”
“Butuh tekad dan keberanian yang besar untuk menaklukan bahaya demi tujuan yang besar pula.”
“Saya pikir, setiap orang memiliki waktu pesta masing-masing. Hanya saja, ada yang tak nikmat dan berhasil sempurna menikmati waktu pesta yang telah dijatahkan baginya”
“Seperti pohon...Di pokok kita masih satu, lantas kita berpisah di cabang. Ada yang ke kiri, ada yang ke kanan, ada yang terus ke atas, ada yang ke depan, ada yang ke belakang. Atau bilapun masih satu di cabang, kita nanti akan berpisah juga di ranting. Ke atas, ke kiri, ke kanan, ke depan, ke belakang...Saat kita kecil dulu, kita masih satu, masih anak kecil. Lantas sedikit demi sedikit waktu kita bikin kita beda. Waktunya makin banyak, beda kita tambah banyak.Itulah kita.”
“kawal rasa cinta itu. kalau betul cinta, cinta biar ke syurga. maka apa persediaan kau untuk bawa keluarga kau ke syurga? adakah dinamakan cinta kalau kita sekadar melemparkan pasangan kita ke neraka?: muka surat 148”
“Ah, sampai di sini, mungkin kau akan bertanya siapa diriku. Tapi apa perlunya kau tahu? Aku hanya bagian kecil dari cerita ini. Aku hanya seseorang yang berusaha mencatat sedikit kenangan agar tak hilang begitu saja ditelan zaman. Jika suatu peristiwa telah pergi, kau tahu, ia tak akan hilang begitu saja. Jika dulu ada tawa, gaungnya masih bisa masih bisa kau dengar di sana. Jika dulu ada air mata, kau masih bisa membasuhnya dengan tanganmu di sana, sekarang. Jika aku mati, kenangan itu akan hidup.”
“Aku sedang merindukanmu, apakah kau tahu itu? Saat bulan penuh di atas kepala, aku menggantungkan doa untukmu di antara bintang-bintang. Semoga suatu saat hatimu akan menoleh kepadaku, menyadari bahwa akulah akhir dari penantianmu.”