“Menulis fiksi adalah menuangkan perasaan dan semangat hidup dalam untaian kata-kata di atas kertas-sebuah usaha tanpa akhir untuk mendapatkan makna-makna yang berbeda”
“Menulis fiksi adalah usaha untuk menciptakan tokoh-tokoh rekaan dan kejadian-kejadian penuh makna dalam batas-batas sempit dunia kecil yang aku kenal.”
“Kegiatan fisik dalam menulis fiksi bertolak belakang dengan hasil yang didapat. Kegiatan tersebut adalah duduk tegang dan jenuh sepanjang siang atau malam di depan meja dan mesin ketik, pada saat aku ingin berdiri dan pergi ke suatu tempat untuk melihat sesuatu yang aku yakini lebih menarik dibanding apa yang sedang aku kerjakan.”
“Menulis cerita pendek dan novel bukanlah sesuatu hal yang dapat aku lakukan dengan mudah dan menyenangkan.”
“Membaca Kitab Suci buat saya adalah memasuki labirin. Ada ilusi dari sebuah jalan yang lempang dan lurus dengan sebuah 'pusat' - 'akhir yang tertebak, sementara dalam kenyataannya, labirin adalah lorong-lorong sempit. Kita hanya bisa maju atau mundur. Dinding-dinding masif di kanan kiri. Selalu berbelok dan menikung tak terduga.... Dalam labirin itu, fakta dan fiksi berkait, dunia berkelindan dengan kata-kata. Dan kata-kata tersebut menyajikan semesta yang gumpil - tak utuh, tak sepenuhnya benar, dan menyembunyikan sesuatu yang kita belum tahu.Kitab suci, seperti juga labirin, bukanlah sebuah peta - proyeksi dua dimensi dari garis dan kurva yang saling bertaut. Peta, hanya sebuah abstraksi, sekumpulan tanda dan legenda yang tak sanggup menggantikan pengalaman. Sementara itu dalam kitab suci, seperti juga labirin, selalu ada misteri yang tidak menuntut untuk dipecahkan, melainkan dialami. Berkali-kali.”
“Demikian pula halnya, hanya ketidakbahagiaan yang memiliki makna. Itulah sebabnya mengapa kita merasa terpaksa membicarakannya dan punya banyak kata untuk melukiskannya. Kebahagiaan tidak membutuhkan kata-kata.”
“Sederhana adalah kata dasar dari penyederhanaan. Memiliki makna yang rumit karena itu disebut proses.”