“Sering ku terdengar,Usikan nakal,si lelaki pada wanita,FEUWIT, CUNNYA!buatku keliru sendiri,apakah ertinya kecantikan wanita,di mata lelaki?Adakah pada susuk tubuh yangmenggiurkan?Atau pada akhlak yang menawan?Biar apa pun jawapannya,Aku tetap aku,Apa yang ku tahu,Aku seorang wanita,Fitrahku sukakan diri cantik jelita,Namun bukan kecantikan di mata manusia,Sebaliknya,Ku mencari kecantikan yang diiktiraf Tuhan.-Monolog Layyinul Harir-”
“Ya, mata menilai kecantikan pada rupa. Akal menilai pada fikiran. Nafsu menilai pada bentuk tubuh. Tetapi hati tentulah pada akhlak dan budi.”
“Mata menilai kecantikan pada rupa. Akal menilai pda fikiran. Nafus menilai pada bentuk tubuh. Tetapi hati tentulah menilai pada akhlak dan budi pekerti.”
“Sering aku disiksa oleh pertanyaan: mengapa A Ling bisa begitu? Apa salahku sehingga ia begitu? Apa yang ada di kepala seorang perempuan? Apakah pertimbangan yang bijak? Kecemasan? Atau sekadar dengungan? Sungguh aku tak mengerti. NAmun, perlukah aku mengerti? Kurasa tidak. Yang kuperlukan hanyalah menghormati keputusannya, dan karena Tuhan telah menciptakan manusia dengan hati dan pikiran yang boleh punya jalan masing-masing, penghormatan seharusnya tidak memerlukan pengertian. (hlm. 237)”
“Hanya ada sedikit kejantanan di sini: karena itu wanita-wanita mereka membuat diri mereka jantan. Karena hanya lelaki yang cukup jantan akan -- membangkitkan kewanitaan dalam diri wanita. ”
“Junjungan Kasih ku di langit cinta, dikala siang daku meraba kepada malam aku meneka. Mengapa mencari pada yang tiada?When the past has become part of the future, what does the present really holds?”