“Gerisik angan dan deru lembut laju harapan.Waktu itu adalah menit-menit akhir menjelang malam di Bukit Angin. Daun-daun berwarna-warni dalam berbagai wujud melayang ke langit dan berkumpul mengelilingi puncak pusaran angin. Di sana, di balik awan, beradalah studio Sang Pelukis.”
“Segala hal yang dikatakan Komandan mengenai Orde adalah kebenaran yang tidak dilebih-lebihkan. Orde memang bersinonim dengan kebaikan. Orde menghargai kemajuan. Orde mencintai kehidupan. Orde bahkan mengajarkan pertobatan. Semua yang dijabarkan di dalam Kitab pada dasarnya akan berakhir pada kebahagiaan, pun setelah kematian.Akan tetapi Orde dan Kitab adalah takdir. Yang tidak dapat dibantah dan harus diterima semua orang dengan pasrah.Sama seperti penglihatanku, Orde tidak memberikan pilihan.”
“Seperti permainan Sepak bola, menulis itu sangat rawan di menit-menit awal dan menit-menit akhir.”
“Dua kebaikan yang berbeda tidak mungkin berada pada satu intensitas yang sama. Sesederhana itu.”
“Ibu bapak tani—ibu bapak tanah air—akan meratapi putera-puterinya yang terkubur dalam udara terbuka di atas rumput hijau, di bawah naungan langit biru di mana awan putih berarak dan angin bersuling di rumpun bambu. Kemudian tinggallah tulang belulang putih yang bercerita pada musafir lalu, “ Di sini pernah terjadi pertempuran. Dan aku mati di sini.”
“Apalah gunanya impian bila tidak diwujudkan?”
“Dan dengan tidak terasa umur manusia pun lenyap sedetik demi sedetik ditelan siang dan malam. Tapi masalah-masalah manusia tetap muda seperti waktu, Di mana pun juga dia menyerbu ke dalam kepala dan dada manusia, kadang-kadang ia pergi lagi dan di tinggalkannya kepala dan dada itu kosong seperti langit. (Bukan Pasar Malam, 68)”