“Gerisik angan dan deru lembut laju harapan.Waktu itu adalah menit-menit akhir menjelang malam di Bukit Angin. Daun-daun berwarna-warni dalam berbagai wujud melayang ke langit dan berkumpul mengelilingi puncak pusaran angin. Di sana, di balik awan, beradalah studio Sang Pelukis.”
“Seperti permainan Sepak bola, menulis itu sangat rawan di menit-menit awal dan menit-menit akhir.”
“Ibu bapak tani—ibu bapak tanah air—akan meratapi putera-puterinya yang terkubur dalam udara terbuka di atas rumput hijau, di bawah naungan langit biru di mana awan putih berarak dan angin bersuling di rumpun bambu. Kemudian tinggallah tulang belulang putih yang bercerita pada musafir lalu, “ Di sini pernah terjadi pertempuran. Dan aku mati di sini.”
“Dan dengan tidak terasa umur manusia pun lenyap sedetik demi sedetik ditelan siang dan malam. Tapi masalah-masalah manusia tetap muda seperti waktu, Di mana pun juga dia menyerbu ke dalam kepala dan dada manusia, kadang-kadang ia pergi lagi dan di tinggalkannya kepala dan dada itu kosong seperti langit. (Bukan Pasar Malam, 68)”
“Mimpi orang Afghanistan adalah Tajikistan, karena Tajikistan berlimpah listrik dan perempuan. Mimpi orang Tajikistan adalah Rusia, karena di sana banyak lapangan kerja dan uang. Mimpi orang Rusia adalah Amerika Serikat, karena di sana penuh gemerlap modernitas dan kebebasan. Lalu, apa mimpi orang Amerika? Mereka yang berada di puncak dari segala mimpi, ternyata masih punya mimpi yang lebih tinggi lagi--pergi ke luar angkasa....”
“Kemarin dan esokadalah hari inibencana dan keberuntungansama sajaLangit di luar,Langit di badan,Bersatu dalam jiwa”