“Segala hal yang dikatakan Komandan mengenai Orde adalah kebenaran yang tidak dilebih-lebihkan. Orde memang bersinonim dengan kebaikan. Orde menghargai kemajuan. Orde mencintai kehidupan. Orde bahkan mengajarkan pertobatan. Semua yang dijabarkan di dalam Kitab pada dasarnya akan berakhir pada kebahagiaan, pun setelah kematian.Akan tetapi Orde dan Kitab adalah takdir. Yang tidak dapat dibantah dan harus diterima semua orang dengan pasrah.Sama seperti penglihatanku, Orde tidak memberikan pilihan.”
“Indonesia pada masa orde baru adalah dunia koneksi yang maha besar. Orang-orang di Jakarta, misalnya, membagi masyarakat dalam dua kategori, kenalan dan orang tidak dikenal.... `Dunia koneksi ini dibangun berdasar gagasan keluarga.”
“Ada begitu banyak kemalangan, namun dari semua itu kebodohanlah yang tinggal menetap. Orang-orang bodoh melihat, mendengar dan merasakan seperti orang-orang lain, akan tetapi mereka sama sekali tidak memiliki pemahaman atas diri sendiri dan keadaan di sekelilingnya.Berusaha memahami si bodoh adalah suatu tindakan yang sia-sia, pada akhirnya tanggapan mereka hanya akan membangkitkan amarah dan kejengkelan.Kebodohan serupa botol yang memiliki lubang di dasarnya, Seberapa pun banyaknya kebaikan dan pengetahuan yang kita tuang ke dalamnya ia akan berlalu dengan sia-sia.Mereka yang termasuk ke dalam golongan orang-orang bebal adalah mereka yang menukar sahabatnya dengan uang, dan menggantikan saudaranya dengan kilau emas dan permata.Hati orang bodoh ada dalam lidahnya dan dengan hal itu ia menggembar-gemborkan kelebihannya yang tak lain adalah sebuah omong-kosong. Sebaliknya, lidah orang bijak ada adalam hatinya dan ia memeliharanya dengan sangat hati-hati agar tidak mengucapkan hal-hal yang tidak perlu.Dan bahkan, hidup orang bebal jauh lebih buruk dari kematian. Orang-orang bebal dan dungu hanya akan menjadi beban bagi kehidupan, karena seumur hidup mereka tak pernah mau belajar.Kebodohan adalah batu pejal yang dibuang orang ke dalam sungai karena menghalangi orang yang akan lewat.Kebodohan punya banyak nama dan mereka menunjukkan wajahnya dalam berbagai wujud. Aku dapat menyebutkan sejumlah di antaranya, yaitu: egoisme dan keras-kepala, bebal dan degil, sikap anarkhi yang membabi buta, sikap acuh-tak acuh dan ketidak-pedulian, pembenaran diri sendiri, tak mau mendengar nasehat, dan kecerobahan yang tak terobati.”
“Orang sinis adalah orang yang tidak pernah melihat hal-hal yang baik pada orang lain, tetapi tidak pernah luput melihat yang buruk.”
“Dunia, menurut Tuan, adalah sebuah model kartografi. Tuan dengan kalem dan konsisten berbicara tentang "ekstrem kiri" dan ekstrem kanan" dan sesuatu yang di tengah-tengah, tentang "barat" dan "timur", "utara" dan "selatan", "kafir" dan "beriman" dan "orang-orang yang ragu" dan sebagainya. Bagi Tuan dunia bisa digambar dengan jelas, bukan karena kita menyederhanakan soal, tetapi karena kita manusia, mau tak mau menyusunnya dalam konsep-konsep. Manusia adalah makhlkuk yang membentuk kategori. (dan) apakah bahasa sebenarnya, kalau bukan sesuatu yang terdiri dari konsep, pengelompokkan, dan penggolongan, karena ada kejelasan? Saya selalu kagum dengan semua itu. Tapi bagaiana dengan hal-hal yang acak, yang kebetulan, yang kecil-kecil yang tidak bisa dimasukkan dalam kategori-kategori? (maka kita harus) rendah hati, menerima kehadiran dunia dengan segala keacakannya, kerumitannya yang tidak selamanya bisa takluk kepada imperialisme konseptual. Tapi, tentu kita pun bertanya, bagaimana dengan itu kita akan mengubah dunia?”
“Kalau kita merasa risi melihat ada tetangga yang tidak sembahyang, kita kunjungi dia dan ajak dia bertukar pikiran dengan menggunakan alasan-alasan yang didasarkan pada akal. Ini namanya perbuatan ksatria. Yang tidak baik adalah bila kita beramai-ramai membuat negara berkuasa untuk memaksakan kehendak pribadi pada semua orang. Agama terpaut pada hak asasi, di bidang privasi, atas keyakinan orang per orang, yang tidak bisa dipaksa-paksakan.”