“kalau diinjak cacing akan bergelung. ini cerdik. dengan demikian berkurangnya peluang diinjak lagi. dalam bahasa moral: tahu diri”
“Bicaralah tentang diriku sebagaimana diriku / tak ada yang diperlunak ataupun dengan rasa dengki diinjak-injak.”
“Kalau sebuah bahasa dengan kesusasteraannya tidak didukung oleh tradisi membaca masyarakatnya, maka kematiannya akan segera menyusul”
“Jadilah pohon dan jangan jadi rumput. Rumput itu tampaknya sama, sering diinjak-injak dan susah dikenali. Kalau pohon, meskipun kecil, tetapi akan tampak, mudah dikenali, dan bisa dijadikan sebagai tetenger atau patokan. Apalagi bila pohon itu besar, bisa menjadi peneduh orang di waktu panas. Bahkan bila sudah demikian besarnya, bisa jadi peneduh di kala hujan. Tambahan lagi, sebuah pohon yang besar selain memiliki daun yang rindang juga akan mempunyai batang yang kokoh dan akar yang kuat mencengkeram, susah dirobohkan sekalipun diterpa angin kencang. Jadilah pemimpin yang mengakar, seperti pohon. Untuk menjadi pohon yang baik seseorang harus terus memperkaya diri dengan ilmu dan kekayaan batin. -Sarwo Edhie Wibowo”
“Tapi, tenangkah saat impiannya sebentar lagi akan ia genggam? Ternyata tidak. Butuh sebuah strategi karena hidup bersama utang akan membuat siapa pun di dunia ini mengalami keresahan yang luar biasa. Apalagi kalau mengingat umur yang tidak pernah tahu kapan akan berakhir.”
“Pada bahasa terdapat unsur ketaksadaran. Dalam ketidaksadaran inilah terdapat hasrat, dan hasarat manusia adalah hasrat akan yang lain. Yang simbolik ini ditandai dengan adanya kekurangan. Oleh karena adanya kekurangan inilah, maka manusia menghasrati sesuatu.”