“Bicaralah tentang diriku sebagaimana diriku / tak ada yang diperlunak ataupun dengan rasa dengki diinjak-injak.”
“Modernisasi pada akhirnya memang suatu permainan kekuatan. Ada yang tergusur, ada yang menggusur. Ada yang menang, ada yang telantar lemah. Tapi jangan salah kira: di zaman seperti ini, yang lemah tak akan tinggal jadi gurun: “yang lemah berbahaya bagi yang kuat, sebagaimana pasir hanyut berbahaya bagi si gajah,“ kata Tagore tentang dunia modern.”
“Pada masa ini sebuah teori sering terdengar seperti sebuah omong besar yang melalaikan kenyataan bahwa selalu ada hal kecil yang tak tercakup. Pada masa ini kita tak bisa sepenuhnya berharap ada hal yang universal yang akan disetujui semua orang, sebagai dasar dan tujuan bersama yang menyebabkan teori itu sah. Sebab itu ada yang menganjurkan: mari kita hidup dengan ironi. Kita tak perlu ngotot dengan satu premis. Selalu harus ada jarak dengan kesimpulan dan dugaan kita sendiri. Kita hanya perlu berpegang prinsip, "Jangan kejam kepada yang lain" .”
“Bagi saya, berdosa bukanlah inti rasa tragis. Intinya adalah kesadaran tentang 'tepi'. Tepi bukanlah batas. Tepi mengandung sesuatu yang sepi, juga menunjukkan keadaan yang genting sebab siapapun akan sendirian ketika ada pelbagai sisi yang dihadapi, ketika seorang tak berada di satu pusat yang mantap. Bukan saja karena terang dan gelap ada dimana mana, tapi juga karena kedua duanya mengandung bahaya”
“Dia ada bukan karena dirinya sendiri. Dia ada karena kekuasaan yang ada dalam jabatannya. Dengan kata lain, dia hanya bayang bayang dari sesuatu yang lain. Dia tak punya substansi.”
“Di sekolah, anak-anak belajar bahasa Indonesia, tetapi mereka tak pernah diajar berpidato, berdebat, menulis puisi tentang alam ataupun reportase tentang kehidupan. Mereka cuma disuruh menghafal : menghafal apa itu bunyi diftong, menghafal definisi tata bahasa, menghafal nama-nama penyair yang sajaknya tak pernah mereka baca.”
“Ada seorang pandai yang membedakan rasa hormat dari pujian. Ia bermimpi bahwa manusia mungkin dapat menciptakan suatu masyarakat tempat semua orang berhak atas rasa hormat, dan harga diri, meskipun tak semuanya berhak atas pujian”