“Di dunia yang penuh sesak dan penuh orang lapar, seorang yang kekenyangan berarti merenggutkan nyawa yang lain.”

Goenawan Mohamad

Explore This Quote Further

Quote by Goenawan Mohamad: “Di dunia yang penuh sesak dan penuh orang lapar,… - Image 1

Similar quotes

“Ada sesuatu yang bukan hasil "pikiran", "perasaan", dan "ajaran agama" yang membuat orang berbuat baik untuk orang lain di dunia.”


“Seseorang yang menafikan dunia seharusnya seorang yang membiarkan dunia dalam cacatnya. Bumi, "dunia ini", telah diabaikan. Maka ganjil bila orang itu pada saat yang sama juga ingin meluluhlantahkan apa yang buruk sekarang, seakan yakin bahwa dunia layak diperbaiki. Ganjil pula bila ia percaya kepada Tuhan yang mengatakan bahwa membunuh seseorang sama artinya dengan membinasakan seluruh umat manusia, sebab Tuhan itu adalah Tuhan yang tak menyesali apa yang ia ciptakan sendiri.”


“Dunia, menurut Tuan, adalah sebuah model kartografi. Tuan dengan kalem dan konsisten berbicara tentang "ekstrem kiri" dan ekstrem kanan" dan sesuatu yang di tengah-tengah, tentang "barat" dan "timur", "utara" dan "selatan", "kafir" dan "beriman" dan "orang-orang yang ragu" dan sebagainya. Bagi Tuan dunia bisa digambar dengan jelas, bukan karena kita menyederhanakan soal, tetapi karena kita manusia, mau tak mau menyusunnya dalam konsep-konsep. Manusia adalah makhlkuk yang membentuk kategori. (dan) apakah bahasa sebenarnya, kalau bukan sesuatu yang terdiri dari konsep, pengelompokkan, dan penggolongan, karena ada kejelasan? Saya selalu kagum dengan semua itu. Tapi bagaiana dengan hal-hal yang acak, yang kebetulan, yang kecil-kecil yang tidak bisa dimasukkan dalam kategori-kategori? (maka kita harus) rendah hati, menerima kehadiran dunia dengan segala keacakannya, kerumitannya yang tidak selamanya bisa takluk kepada imperialisme konseptual. Tapi, tentu kita pun bertanya, bagaimana dengan itu kita akan mengubah dunia?”


“Seribu slogan dan sebuah puisi: manakah yang lebih perlu? Kedua-duanya. Tapi apabila kita sadari bahwa yang menjadi tujuan bukanlah sekadar kebersamaan yang dipergunakan untuk kekuasaan, puisi akan lebih berarti. Karena puisi memungkinkan percakapan yang bebas, ia memustahilkan kekompakan yang munafik. Seorang tiran atau seorang Hitler setiap hari bisa saja membuat seribu slogan, tapi ia tidak akan sanggup membuat sajak yang sejati.”


“Bahkan di istana Saddam Hussein yang megah pun, ia, seperti tiap penguasa yang mutlak, selalu ada seperti itu: tak ada percakapan yang tulus, yang ada hanya tembok dan ketakutan.”


“Modernisasi pada akhirnya memang suatu permainan kekuatan. Ada yang tergusur, ada yang menggusur. Ada yang menang, ada yang telantar lemah. Tapi jangan salah kira: di zaman seperti ini, yang lemah tak akan tinggal jadi gurun: “yang lemah berbahaya bagi yang kuat, sebagaimana pasir hanyut berbahaya bagi si gajah,“ kata Tagore tentang dunia modern.”