“Orang akan hanya tidur bila ia menutup dirinya sendiri dari lalat yang bertanya.”
In this quote, Goenawan Mohamad suggests that people tend to ignore or avoid addressing inconvenient or uncomfortable truths in order to find peace and contentment. By comparing these truths to pesky flies that disturb one's rest, Mohamad emphasizes the idea that people often choose to ignore difficult questions or problems in order to maintain a sense of security and peace. This quote encourages readers to confront and address difficult truths, rather than simply "sleeping" by ignoring them.
In this quote by Indonesian poet and writer Goenawan Mohamad, he reflects on the idea that people often isolate themselves from challenges and responsibilities in order to find peace or respite. This concept can be interpreted in various ways in today's society, as individuals may choose to avoid difficult conversations, situations, or tasks in order to maintain their comfort and stability. It serves as a reminder of the importance of confronting challenges head-on and not retreating into a state of avoidance.
In his quote, Goenawan Mohamad illustrates the idea that sometimes people need to shut themselves off from negative influences in order to find peace and rest. This can be applied to various aspects of life, including relationships, work, and personal growth.
Reflecting on the quote by Goenawan Mohamad, consider the idea of distractions and their impact on our ability to focus and rest.
“Dia ada bukan karena dirinya sendiri. Dia ada karena kekuasaan yang ada dalam jabatannya. Dengan kata lain, dia hanya bayang bayang dari sesuatu yang lain. Dia tak punya substansi.”
“Seseorang yang menafikan dunia seharusnya seorang yang membiarkan dunia dalam cacatnya. Bumi, "dunia ini", telah diabaikan. Maka ganjil bila orang itu pada saat yang sama juga ingin meluluhlantahkan apa yang buruk sekarang, seakan yakin bahwa dunia layak diperbaiki. Ganjil pula bila ia percaya kepada Tuhan yang mengatakan bahwa membunuh seseorang sama artinya dengan membinasakan seluruh umat manusia, sebab Tuhan itu adalah Tuhan yang tak menyesali apa yang ia ciptakan sendiri.”
“Sesungguhnyalah, manusia itu sebatang sungai yang tercemar, dan orang harus jadi sehamparan laut untuk menerima sebatang sungai yang tercemar tanpa ia sendiri jadi najis”
“Seorang pemikir pernah mengatakan satu kalimat pintar tentang revolusi, yang agaknya berlaku bagi segala aksi manusia besar-besaran dalam membentuk masa depannya: “Sifat yang ganjil pada revolusi ialah bahwa ia harus yakin akan dirinya sebagai sesuatu yang mutlak, dan ia justru menjadi tak mutlak karena keyakinannya itu".”
“Agama, sebaliknya tidak mengklaim untuk jadi petunjuk praktis pengubah dunia. Semangat agama yang paling dasar menimbang hidup sebagai yang masih terdiri dari misteri, memang ada orang agama yang seperti kaum Marxis, menyombong bahwa “segala hal sudah ada jawabnya pada kami”; tapi pernyataan itu menantang makna doa—dan mematikan ruh religius itu sendiri. Sebab dalam doa, kita tahu, kita hanya debu”
“Sekolahpun keliru bila ia tidak tahu diri bahwa peranannya tidak seperti yang diduga selama ini. Ia bukan penentu gagal tidaknya seorang anak. Ia tak berhak menjadi perumus masa depan.”