“Tuhan, kata Bunda Teresa, bersahabat dengan diam. Kembang tumbuh tanpa kata dan bulan bergerak tanpa berisik.”
“Yang indah memang bisa menghibur selama-lamanya, membubuhkan luka selama-lamanya, meskipun puisi dan benda seni bisa lenyap. Ia seakan-akan roh yang hadir dan pergi ketika kata dilupakan dan benda jadi aus.Tapi apa arti roh tanpa tubuh yang buncah dan terbelah? Keindahan tak bisa jadi total. Ketika ia merangkum total, ia abstrak, dan manusia dan dunia tak akan saling menyapa lagi.”
“Di setiap masa nampaknya selalu ada saat yang tak mudah untuk berbicara, tapi tidak gampang untuk diam. Kita tidak tahu pasti bagaimana persisnya kata-kata akan diberi harga, dan apakah sebuah isyarat akan sampai. Di luar pintu, pada saat seperti ini, hanya ada mendung, atau hujan, atau kebisuan, mungkin ketidakacuhan. Semuanya teka-teki.”
“Tiap kata diletakkan dengan seksama, tetapi sekaligus tiap kalimat dijadikannya hidup, mengorak, meliuk, seperti tarian seorang koreograf.”
“Lebih baik agama ibarat garam: meresap, menyebar, dan memberikan manfaat di mana-mana, tanpa kelihatan.”
“Seseorang pernah mengatakan, guna puisi adalah dengan hadir tanpa guna. Ia tak bisa dijual. Ia menegaskan tak semua bisa dijual.”
“Artinya kita selalu berada di tengah jembatan, bukan di ujung tujuan. Ilham kita bukan Tuhan yang segagah dalam lukisan Micheangelo, tapi tubuh yang terbungkuk kena dera yang pada saat yang genting ditinggalkan Bapanya, tanpa sebab, tanpa jawab. Tapi kita tahu, ia tak sendiri, kita tak sendiri.”