“Ikhlas tu bukan kita yang ukur, tu biar Allah yang tentukan. Jangan sampai kita tinggalkan amalan ibadat sebab tak nak riak dengan manusia, kerana tu la tanda kita riak dengan Allah sebenarnya.”
“Sebelum mengharap Allah menilai kita dengan baik… didiklah diri menilai orang lain dengan baik terlebih dahulu. Yang penting bukan siapa yang kita lihat tetapi ‘siapa kita’ ketika melihatnya”
“Hidup bukan kita yang punya. Kita, mungkin, hanya pengelola yang merdeka, yang bebas menggelinding ke mana kita suka, selama tak bertentangan dengan irama gerak cakramanggilingan, roda nasib, yang berputar di luar kendali manusia.”
“Menyerah tak bererti kalah. Kadangkala kita menyerah kerana kita terima ketentuan yang telah ditentukan olehNya pada kita. Kita boleh berusaha, berlawan dengan apa yang kita ada. Tapi kalau itu sudah tersurat untuk kita, kita tak boleh menolak.”
“Pada masa ini sebuah teori sering terdengar seperti sebuah omong besar yang melalaikan kenyataan bahwa selalu ada hal kecil yang tak tercakup. Pada masa ini kita tak bisa sepenuhnya berharap ada hal yang universal yang akan disetujui semua orang, sebagai dasar dan tujuan bersama yang menyebabkan teori itu sah. Sebab itu ada yang menganjurkan: mari kita hidup dengan ironi. Kita tak perlu ngotot dengan satu premis. Selalu harus ada jarak dengan kesimpulan dan dugaan kita sendiri. Kita hanya perlu berpegang prinsip, "Jangan kejam kepada yang lain" .”
“Di sana dia sedar, cinta kepada Allah tiada tolok bandingnya. Allah tidak pernah tinggalkan kita biar waktu kita senang dan susah.”