“Pak, aku mau sekolah sing pinter saja. Aku mau jadi orang pinter!" balas Bayek.”
“Nduk, sekolah nang SMP iku mesti. Koen kudu sekolah. Uripmu cek gak soro koyok aku, Nduk! Aku gak lulus SD. Gak iso opo-opo. Aku mek iso masak tok. Ojo koyok aku yo Nduk! Cukup aku ae sing gak sekolah...," kata Ibuk.”
“Nah... Kamu mau gak hidup susah sama aku. Kita, hidup berdua...," lanjutnya terbata-bata.”
“Agar hidupmu tidak sengsara sepertiku, Nak. Aku tidak lulus SD. Tidak bisa apa-apa. Hanya bisa memasak saja. Jangan sepertiku ya, Nak. Cukup aku saja yang tidak sekolah. Itu yang selalu Ibuk katakan di hadapan anak-anaknya.”
“Nah, temani aku ya? Temani aku, meskipun aku tinggal tulang dan kulit saja," bisik Bapak.”
“Malu kalau aku tak bisa bekerja keras seperti Bapak. Malu kalau aku tidak bisa membahagiakan beliau kelak, janji Bayek untuk Bapaknya.”
“Aku menulis untuk orang-orang yang telah menyentuh hatiku, kehangatan keluarga yang telah menghangatkan hidupku, serta alam sekitar yang menyegarkan perjalanan ini. Tulisanku mencoba menangkap kenangan agar mereka tidak menguap begitu saja. Aku menulis sebelum kenangan jatuh dari ingatan. Aku menulis untuk menangkap kenangan yang mungkin tak akan mampu tersimpan dalam memoriku. Sebelum diriku usang dan menghilang.”