“Sesudah itu semuanya reda.Musim mengendap di kaca jendela.Tinggal ranting dan dedaunan keringberserakan di atas ranjang. Hening.Waktu itu tengah malam. Kau menangis.Tapi ranjang mendengarkan suaramu sebagai nyanyian. (Tengah Mala, 1989)”
“Jarak itu sebenarnya tak pernah ada. Pertemuan dan perpisahan dilahirkan oleh perasaan”
“kau mata, aku airmatamu...”
“Selamat datang. Saya sudah menyiapkan semua yang akan Saudara rampas dan musnahkan: kata-kata, suara-suara, atau apa saja yang Saudara takuti tapi sebenarnya tidak saya miliki”
“Cinta seperti penyair berdarah dinginYang pandai menorehkan luka.Rindu seperti sajak sederhana yang tak ada matinya.”
“Mimpi buruk adalah ketika kau menemukan dirimu berada di tengah kenyataan yang tidak menyediakan tempat untukmu bersembunyi dan melarikan diri dari keburukannya”
“Tersenyumlah walaupun beban itu terasa berat. Apapun derita yang tengah kau hadapi kini, percayalah, waktu kan buatmu mengerti...”