“Apakah dia benar-benar tersenyum kepadaku? Atau, apakah dia tersenyum tentang aku?”
“Aku berjalan menyusuri rak-rak perpustakaan. Buku-buku tersebut memunggungiku. Tak seperti manusia yang ingin berjarak denganku, buku-buku itu malah menawarkan diri untuk memperkenalkan diri mereka. Bermeter-meter jajaran buku yang yang tak akan pernah mampu kubaca. Dan aku tahu; apa yang ada disini adalah kehidupan yang merupakan pelengkap kehidupanku, yang menanti untuk dimanfaatkan. Tetapi hari-hari berlalu, dan kesempatan itu tetap tak tergapai----terabaikan. Salah satu buku ini mungkin benar-benar bisa mengubah hidupku. Siapakah aku sekarang? Siapakah sebenarnya aku?”
“Namun pada saat itupun aku tahu bahwa setiap kali membuka sebuah buku, aku akan bisa memandang sepetak langit. Dan jika aku membaca sebuah kalimat baru, aku akan sedikit lebih banyak tahu dibandingkan sebelumnya. Dan segala yang kubaca akan membuat dunia dan diriku sendiri menjadi lebih besar dan lebih luas.”
“...rasanya aku memahami segala sesuatu jauh lebih baik setelah aku sakit. Seolah-olah dunia ini terlihat lebih jelas ketika kita berada di tepiannya - Cecilia dan Malaikat Ariel”
“Aku terkesima betapa dunia adalah sebuah tempat yang indah. Sekali lagi aku mendapatkan perasaan euphoria terhadap segala sesuatu di sekitar diriku. Siapakah kita ini, yang selalu hidup di sini? Setiap orang di pelataran itu seperti sebuah harta karun hidup yang penuh dengan pikiran dan kenangan, impian dan keinginan. Aku terkurung di dalam kehidupan kecilku sendiri di bumi ini, tapi itu pun berlaku pada setiap orang lain di pelataran ini.”
“Aku mulai mengerti mengapa hantu-hantu itu begitu suka melolong dan menjerit. Itu bukanlah untuk menakut-nakuti keturunan mereka. Melainkan, karena mereka begitu kesulitan bernafas dalam waktu yang bukan waktu mereka.”
“— Quando a gente vai se encontrar outra vez?Ela olha fixamente para o asfalto antes de erguer os olhos e me fitar. Suas pupilas dançam, inquietas, tenho a impressão de que seus lábios estão trêmulos. Então ela me apresenta um enigma com o qual ainda hei de quebrar muito a cabeça. Pergunta:— Quanto tempo você consegue esperar?Que diabo de resposta eu podia dar, Georg? Talvez fosse uma armadilha. Se dissesse "dois ou três dias", eu me mostraria impaciente demais. E se respondesse "a vida inteira" ela poderia pensar que eu não a amava tanto assim ou talvez que não fosse sincero. De modo que era preciso encontrar uma resposta intermediária. Eu disse:— Agüento esperar até que o meu coração comece a sangrar de aflição.Ela sorriu, insegura. Então roçou o dedo em meus lábios. E perguntou:— E quanto tempo demora?Desesperado sacudi a cabeça e resolvi dizer a verdade.— Cinco minutos, talvez.(A Garota das Laranjas)”