“Tuhan, terserah Engkau saja.' Begitulah bunyi doaku. Singkat. Padat. Dan, pasrah.”
“...banyak orang Indonesia tidak bisa bicara singkat padat langsung ke inti perkara. Dalam acara-acara diskusi, lokakarya, dsb. kerap kali penanya dan penanggap memulai komentar mereka dengan berceloteh panjang lebar, "Berhubung waktu yang sempit dan mendesak, maka saya akan langsung saja mengemukakan pendapat saya ini ke inti permasalahan.”
“Cobalah engkau beranjak dari kursi, pergilah ke cermin. Sejenak saja. Tataplah wajahmu, badanmu, pakaianmu, dan seluruh penampilanmu. Setidaknya engkau bisa menyadari satu hal saja: Bahwa potongan rambutmu yang seperti itu , jenis dan warna baju dan celanamu, juga seluruh benda yang menempel di badanmu-semuanya-adalah sesuatu yang engkau pilih sesuai dengan kesenanganmu.”
“Begitulah kehidupan, Ada yang kita tahu, ada pula yang tidak kita tahu. Yakinlah, dengan ketidak-tahuan itu bukan berarti Tuhan berbuat jahat kepada kita. Mungkin saja Tuhan sengaja melindungi kita dari tahu itu sendiri.”
“Hai dunia, menjauhlah dariku! Mengapa engkau datang padaku? Tak adakah orang lain untuk engkau dayakan? Adakah engkau sangat menginginkanku! Tipulah orang lain! Aku tak memiliki urusan denganmu! Aku telah menceraikanmu tiga kali, yang sesudahnya tak ada rujuk lagi. Kehidupanmu singkat, kegunaanmu kecil, kedudukanmu hina, dan bahayamu mudah berlaku! Ah, sayang. Sangat sedikit bekal di tangan, jalan begitu panjang, perjalanan masih jauh, dan tujuan sukar dicapai!" - Saidina Ali”
“Semua yang diciptakan tentu selalu ada tujuannya. Tapi tentu saja terkadang engkau boleh memilih. Kalau engkau tak ingin kelebihan yang diberikan kepadamu, tentu engkau bisa.. mengabaikannya, bukan?""Mengabaikan?" "Ya, anggap saja engkau tak pernah punya kelebihan itu. Berlakulah seperti orang biasa.”