“Waktu itu, aku juga merasa sudah sangat mengenalmu. Aku yakin kita pasti sudah bertemu, sangat yakin. Hanya saja aku lupa kapan dan dimana pertemuan itu terjadi. Barangkali di sajak-sajak penyair yang tak pernah selesai, atau di halaman belakang sebuah roman yang berakhir tak bahagia,atau di dalam lirik-lirik lagu yang mendentingkan sunyi di telinga, atau di alun nada musik semesta yang kudengar semasa masih di rahim ibu. Entahlah.”
“Aku merasa sedang dipermainkan oleh nasib, tenggelam ke dalam mimpi berlapis-lapis, mimpi yang di dalamnya ada mimpi lagi, lagi dan lagi.”
“Kadang, hidup begitu tegas tak menawarkan kesempatan lebih dari sekali, dan sebaiknya aku terima peluang yang ditawarkan oleh kehidupan itu”
“Aku ingin sekali mengatakan padamu bahwa segalanya akan berakhir dengan baik untuk kita, dan bahwa aku berjanji akan berusaha mewujudkan itu. Tapi andaikan kita tak pernah bertemu lagi, dan perpisahan ini mesti terjadi, aku yakin kita akan bertemu lagi di kehidupan lain....”
“Lihat dan kau tahu, jika aku ada di jalan yang salah dan kita tak akan pernah bertemu lagi”
“Aku terkesima betapa dunia adalah sebuah tempat yang indah. Sekali lagi aku mendapatkan perasaan euphoria terhadap segala sesuatu di sekitar diriku. Siapakah kita ini, yang selalu hidup di sini? Setiap orang di pelataran itu seperti sebuah harta karun hidup yang penuh dengan pikiran dan kenangan, impian dan keinginan. Aku terkurung di dalam kehidupan kecilku sendiri di bumi ini, tapi itu pun berlaku pada setiap orang lain di pelataran ini.”
“Orang yang mati disebut pergi. Sedang aku belum pergi. Aku masih di sini. Tapi sungguh, aku sudah mati.”