“..Pakaian kita patutlah sepadan dengan pencaharian kita. Kalau kitatelah bersepatu, hendaknya di rumah pun duduk di atas kursi atau diatas tikar permadani, tidur di atas katil, makan cukup, gulai jangansambal terasi berganti dengan sambal belacan sahaja.Aku ini, itulah sebabnya maka tak sepakat dengan kelakuankebanyakan orang zaman sekarang. Dasi berjela-jela setengah meter,uang pun kuntal kantil di dada, tetapi kantung melayang ditiup angin.Sampai di rumah mulut disempal dengan daun ubi campur sambal terasi.”
“Rugi kalau stress, mending kita bekerja keras. Wali kelasku pernah memberi motivasi yang sangat mengena di hati. Katanya, kalau ingin sukses dan berprestasi dalam bidang apa pun, maka lakukanlah dengan prinsip 'saajtahidu fauzq mustawa al-akhar'. Bahwa aku akan berjuang dengan usaha di atas rata-rata yang dilakukan orang lain.”
“Bagiku modernisme adalah nihilisme. Atas nama modernisme, orang-orang Jakarta siap melucuti seluruh pakaiannya di muka umum, namun atas nama modernisme pula orang-orang di Papua berlomba-lomba menutup seluruh tubuhnya dengan pakaian.”
“Seandainya ikan, kita ini belut. Belut harganya murah, tetapi ia bisa tinggal di dalam lumpur, berbeda dengan ikan gurami yang mahal tetapi sekarat kalau harus nyungslep di air keruh sekalipun.”
“Aku rela di penjara asalkan bersama buku, karena dengan buku aku bebas.”
“Di bawah bendera merah putih ini yang telah kita bela dengan darah dan nyawa ini, kita punya hak yang sama dengan Soekarno”
“Ketika kesenangan berganti dengan kehilangan, kita baru sadar kalau apa yang kita miliki terlalu berharga untuk ditukar dengan apa pun.”