“Bulan Merahlalu ditenggak darah bulan merahlolongnya yang serigala hingga ujung benuasebayang lindap sebayang lindap melayar-layarbulan merah mengucur airmatadengusnya yang api memunahkan negeri-negerisebusur waktu sebusur waktu meluncur-luncurtatap bulan merah di waktu malam merapat di ubun-ubunhingga purnamanya penuh sempurna sebugil bulat sebugil bulan menggigil-gigilo, bulan merah di puncak sunyi geliat sepi amuknya!”
“tak ada yang lebih tabahdari hujan bulan Junidirahasiakannya rintik rindunyakepada pohon berbunga itutak ada yang lebih bijakdari hujan bulan Junidihapusnya jejak-jejak kakinyayang ragu-ragu di jalan itutak ada yang lebih arifdari hujan bulan Junidibiarkannya yang tak terucapkandiserap akar pohon bunga itu”
“Merindukan bulan yang selalu karam di matamu,aroma pinus dari hutan kenanganyang kau tanamdi tubuhku...”
“Jingga di bahumu. Malam di depanmu. Dan bulan siaga sinari langkahmu. Teruslah berjalan. Teruslah melangkah. Kutahu kau tahu. Aku ada.”
“Aku, Perempuan yang seperti bulan sabit, sebagian bercahaya selebihnya muram. Perempuan dengan misteri dimatanya dengan keresahan di gesturnya dan kekerasan hati di rahangnya.”
“Bagiku waktu selalu pagi. Di antara seluruh potongan 24 jam sehari, bagiku pagi adalah waktu terindah. Ketika janji-janji baru muncul seiring embun menggelayut di ujung dedaunan, ketika harapan-harapan baru merekah seiring kabut yang mengambang di pesawahan hingga nun jauh di kaki gunung”