“Namun pada saat itu, semua sudah terlambat. Aku tidak bisa memutar tangan waktu. Ironis, bukan, untuk seorang pembuat jam? Tak mampu mengatur waktu, walaupun seumur hidup aku habiskan dalam kemurahan hatinya.”
“Dan dengan bodohnya, aku sudah menghabiskan bertahun-tahun, membuang waktu untuk mencintai dan mengenangnya. Waktu mungkin bisa mengaburkan ingatan, tapi tidak rasa. Aku mencintainya, sebesar aku ingin melupakannya, dan sebanyak penyesalan yang datang.”
“Jangan panggil aku perempuan sejati jika hidup hanya berkalang lelaki...Namun bukan berarti aku tak butuh lelaki untuk aku cintai...”
“Namun, ternyata, jika seseorang hanya memikirkan seseorang, bertahun-tahun, dan dari waktu ke waktu mengenai isi hatinya sendiri dengan cinta hanya untuk orang itu saja, maka saat orang itu pergi, kehilangan menjelma menjadi sakit yang tak tertangguhkan, menggeletar sepanjang waktu. (hlm. 238)”
“Aku mulai mengerti mengapa hantu-hantu itu begitu suka melolong dan menjerit. Itu bukanlah untuk menakut-nakuti keturunan mereka. Melainkan, karena mereka begitu kesulitan bernafas dalam waktu yang bukan waktu mereka.”
“Berapa banyak waktu dalam hidup yang kita sia-siakan karena mengkhawatirkan sesuatu yang, pada saat itu, tak memiliki solusi, dan karena itu, bukanlah sebuah masalah?”