“Apa yang bisa kami rasakan, tapi tak usah kami ucapkan. Apa yang bisa kami pikirkan, tapi tak usah kami katakan.”
“kami coba simpan nestapa...kami coba kuburkan duka lara...tapi perih, tak bisa sembunyi.Ia menyebar kemana-mana...”
“Tapi kau tahu? Kami suka begini. Penduduk di Kilmore Cove, rasanya kami tidak membutuhkan bagian dunia yang lain. Dunia boleh berputar tanpa kami, karena kami memiliki yang kami butuhkan di sini. Apakah itu masuk akal?”
“Kami jelaskan apa sebenarnya tujuan kami. Kami katakan bahwa kami adalah manusia-manusia yang tidak percaya pada slogan. Patriotisme tidak mungkin tumbuh dari hipokrisi dan slogan-slogan. Seseorang hanya dapat mencintai sesuatu secara sehat kalau ia mengenal obyeknya. Dan mencintai tanah air Indonesia dapat ditumbuhkan dengan mengenal Indonesia bersama rakyatnya dari dekat. Pertumbuhan jiwa yang sehat dari pemuda harus berarti pula pertumbuhan fisik yang sehat. Karena itulah kami naik gunung.”
“Kami sungguh menghargai kalian karena suka atau tidak kalian sudah mau berusaha dan mencoba. Tapi tetap saja fakta berbicara, dan kini giliran kami yang suka atau tidak harus mengakui itu. Jodoh sama sekali nggak bisa dipaksakan.”
“Ada banyak “tapi” yang tak bisa di jelaskan, ada banyak “tapi” yang tidak dapat diteruskan, karena “tapi” hanya akan memperburuk keadaan, karena saya tidak pernah bisa bersandar pada satu kata “tapi” yang tak pasti.”