“Aku larut dalam mimpi itu sendiri, dan tidak pernah pergi. -Nadine Almaira Kamil-”
“Kekasihku, di jalan ada jumpa dan sua kembali. Tetapi orang berjalan sendiri-sendiri. Kupikul ragaku menempuh kemegahan Suluk, dan kamulah tembang laras Suluk itu. Kamu mengira aku pergi, padahal aku mengembara di dalam dirimu.”
“Berjuta kali aku merindukannya, berjuta kali aku ingin menghubunginya, berjuta kali aku ingin memeluknya, dan berjuta kali aku ingin mengatakan cinta padanya. Tapi setiap kali pikiran itu datang padaku, aku selalu meyakinkan diri sendiri, bahwa aku tidak berhak menganggunya, karena aku memang tidak memilihnya. Aku tidak pernah mengejarnya, tidak pernah mencarinya. Hanya membiarkan diriku semakin keropos karena menginginkannya.”
“Ini sesederhana mimpi. Kalau kamu mau menghentikan ketakutanmu, segera bangun, dan semua mimpi menakutkanmu itu akan pergi”
“aku mencintaimu. dan itu ternyata menyakitkan. kamu tidak tahu betapa setiap kali kamu berpaling, aku sangat menderita. aku seperti orang yang sedang menoreh nadi dan meneteskan darah perlahan-lahan. semakin lama aku jadi semakin lemah hingga darah habis terkuras. karena itu aku pergi… aku harus menjauh darimu.”
“Pluralisme dan kebhinnekaan sudah kita pahami bersama bahwa engkau dan aku berbeda dia dan saya tidak sama mereka dan kita tidak serupa. Itu sudah selesai. Semua orang sudah tahu. Yang belum selesai itu adalah bagaimana engkau dan aku yang tidak sama itu dia dan kita yang tidak serupa itu kamu dan kami yang tidak sebangun itu mempunyai hak yang sama peluang yang sama kedudukan yang sama harkat yang sama marwah yang sama dalam kehidupan bernegara” - Mukhlis PaEni”