“Maaf…” kata Sarah pelan.Nabil mengusap pipi Sarah. “Jangan nangis…” bisiknya.Sarah memeluknya. Dia terisak di dada Nabil. Air matanya terus mengalir seiring hujan yang semakin deras. Nabil ikut memeluknya erat, tidak sanggup melihat ini.“Jangan nangis, Sarah…” bisiknya lagi.”
“Kakek apakah cinta sesejuk air sungai ini?""Ya. Cinta sejati memang seperti air sungai, sejuk menyenangkan, dan terus mengalir. Mengalir terus ke hilir tidak pernah berhenti. Semakin lama semakin besar karena semakin lama semakin banyak anak sungai yang bertemu. Begitu juga cinta, semakin lama mengalir semakin besar batang perasaannya.""Kalau begitu ujung sungai ini pasti ujung cinta itu?""Cinta sejati adalah perjalanan, Sayang. Cinta sejati tak pernah memiliki tujuan.”
“Buk, jangan nangis lagi ya. Kalau Bayek sudah besar, Bayek janji akan membahagiakan Ibuk. Bayek janji, ikrar Bayek dalam hati.”
“Sampai di sini, air mataku mengalir. Tak hanya mengalir, aku bahkan menghujan. Kenangan mereka berembus kencang menghantam pagi menjelang siang di kamarku. Sendiri. Kumatikan televisi yang dari tadi memang tak kulihat. Hujan mengempas kota kecil ini. Membuat pagi semakin melankolis. Angin berembus, menyibak korden putih yang tipis. Aku tak kuasa lagi meneruskan tulisanku.”
“Pegang tanganku, tapi jangan terlalu erat, karena aku ingin seiring dan bukan digiring.(Spasi)”
“Jujur! Gue paling nggak bisa ngeliat cewek nangis. Entah itu nangis gara-gara galau karena cowoknya atau malu bajunya kebalik. Hal yang bisa bikin cewek nangis bener-bener gue hindarin. Misalnya, netesin sabun ke mata dia. Itu nggak banget gue lakuin. Karena gue yakin, semenit kemudian air mata dia bakan keluar, dan gue nggak tega ngeliat itu.”