“...kuketahui bahwa pemandangan yang tertatap oleh mata bisa sangat mengecoh pemikiran dalam kepala: bahwa kita merasa menatap sesuatu yang benar, padahal kebenaran itu terbatasi sudut pandang dan kemampuan mata kita sendiri.”
“Saya percaya bahwa orang bukannya takut mati. Mereka takut sesuatu yang lain. Sesuatu yang lebih menggelisahkan dan lebih tragis daripada maut itu sendiri. Kita takut tidak pernah hidup, menjelang akhir hayat kita dengan perasaan bahwa kita tidak pernah benar-benar hidup. Bahwa kita tidak pernah memahami, untuk apa kehidupan kita itu.”
“Aku tak masalah bila tidak kau ingat dalam setiap langkah kecilmu. Tapi, aku harap kita saling mendoakan lewat sujud; menundukan kepala dan mengaku bahwa kita hanya makhlukNya yang tak sempurna.Doa itu yang akan mempertemukan kita suatu saat nanti. Mari, berdoa dan bersiap dalam penantian panjang. Tuhan yang akan mempersatukan kita :))”
“Cinta memperindah hidup kita sebab pengalaman cinta pada dasarnya indah dan memperindah seluruh semesta. Mencintai seseorang atau sesuatu berarti mengabdikan yang tidak abadi, memuliakan yang tidak bermoral, meninggikan yang rendah, dan memperindah yang buruk rupa. Apapun yang terlihat oleh mata yang menatap penuh cinta selalu kelihatan cantik, selalu indah di mata - Pitirim Sorokin”
“Pada prinsipnya kita bersetuju bahawa pandangan manusia, dan oleh kerananya ilmu-ilmu yang dibangunkan olehnya, dalam bidang apapun tidak boleh dikultuskan dan dianggap absolut. Hanya ilmu Tuhan yang mutlak (absolute). Menyedari keterbatasan ilmu manusia ini maka kita harus bersifat terbuka dalam menerima kepelbagaian pandangan, dan pada tahap ini kita bersetuju dengan idea pluralisme. Namun apabila kita berbicara mengenai konteks yang lebih besar iaitu tentang kebenaran dan realiti, dan bukan sebatas kebenaran dan realiti yang ditayangkan oleh akal fikiran manusia semata, tetapi suatu yang ditayangkan oleh pandangan alam Islam maka kita harus berhati-hari kerana ia melibatkan bukan hanya ilmu manusia tetapi juga ilmu Tuhan yang telah disampaikan kepada manusia melalui para nabi dan rasulNya. Oleh kerana itu dalam konteks Islam tiada pluralisme agama kerana di sini kita berbicara tentang wahyu dan makna-makna yang dibangun oleh al-Qur’an itu sendiri, dan bukan semata-mata hasil budaya dan produk sejarah manusia.”
“Kalau nyawa kita sendiri terancam, kemampuan kita berempati jadi tumpul oleh hasrat egois yang amat sangat untuk bertahan hidup.”