“Orang yang mati disebut pergi. Sedang aku belum pergi. Aku masih di sini. Tapi sungguh, aku sudah mati.”
“Aku merapikan semua kertas-kertas dan alat tulisku yang berceceran. Aku sudah mati, tapi masih melakukan segala rutinitas ketika masih hidup.”
“Ah, sampai di sini, mungkin kau akan bertanya siapa diriku. Tapi apa perlunya kau tahu? Aku hanya bagian kecil dari cerita ini. Aku hanya seseorang yang berusaha mencatat sedikit kenangan agar tak hilang begitu saja ditelan zaman. Jika suatu peristiwa telah pergi, kau tahu, ia tak akan hilang begitu saja. Jika dulu ada tawa, gaungnya masih bisa masih bisa kau dengar di sana. Jika dulu ada air mata, kau masih bisa membasuhnya dengan tanganmu di sana, sekarang. Jika aku mati, kenangan itu akan hidup.”
“Aku sudah mencintainya sejak aku melihatnya... bodohnya aku tak menyadari hal itu sampai ia pergi....”
“aku mencintaimu. dan itu ternyata menyakitkan. kamu tidak tahu betapa setiap kali kamu berpaling, aku sangat menderita. aku seperti orang yang sedang menoreh nadi dan meneteskan darah perlahan-lahan. semakin lama aku jadi semakin lemah hingga darah habis terkuras. karena itu aku pergi… aku harus menjauh darimu.”
“Mungkin ini keterlalun, apa yang sudah lalu masih aku lalui. aku cinta masa laluku. ia sudah berlalu mencintaiku, aku masih terlalu mencintainya. selalu.”