“Apakah cinta sejati itu? Apakah ia sebentuk perasaan yang tidak bisa dibagi lagi? Apakah ia sejenis kata akhir sebuah perasaan? Tidak akan bercabang? Tidak akan membelah diri lagi? Titik? Penghabisan? Bukankah lazim seseorang jatuh cinta lagi padahal sebelumya sudah berjuta kali bilang ke pasangan - pasangan lamanya, "Ia adalah cinta sejatiku!”
“Mungkin seperti inilah yang disebut cinta. Sesakit apa pun ia menyakitimu, kamu tetap tidak akan bisa begitu saja menghapus perasaan itu dari hatimu.”
“Pada saat kamu jatuh cinta, jatuh cintalah. Karena mungkin setelah itu, kamu tidak akan jatuh cinta sedalam itu lagi.”
“Kakek, apakah cinta itu seperti musik?""Ya. Ia seperti musik, tetapi cinta sejati akan membuatmu selalu menari meskipun musiknya telah lama berhenti.”
“Ternyata memelihara cinta sebelah tangan itu seperti memelihara dinosurus. Dino kecil polos yang manis, tiba-tiba sudah tumbuh sangat besar, lebih besar daripada yang bisa kuukur. Ia sudah tumbuh menjadi monster yang bahkan bisa membunuh diriku sendiri, yang telah memeliharanya. Aku tidak bisa lagi memeliharanya, karena ia telah tumbuh di luar kendaliku. Sekarang, aku tidak bisa lagi membiarkannya tumbuh tanpa menyakitiku.”
“Cinta bukan sekedar memaafkan. cinta bukan sekedar soal menerima apa adanya. cinta adalah harga diri. cinta adalah rasionalitas sempurna.Jika kau memahami cinta adalah perasaan irasional, sesuatu yang tidak masuk akal, tidak butuh penjelasan, maka cepat atau lambat, luka itu akan kembali menganga. kau dengan mudah membenarkan apapun yang terjadi di hati, tanpa tahu, tanpa memberikan kesempatan berpikir bahwa itu boleh jadi karena kau tidak mampu mengendalikan perasaan tersebut. tidak lebih, tidak kurang”