“Orang yang memendam perasaan sering kali terjebak oleh hatinya sendiri. Sibuk merangkai semua kejadian disekitarnya untuk membenarkan hatinya berharap. Sibuk menghubungkan banyak hal agar hatinya senang menimbun mimpi. Sehingga suatu ketika dia tidak tahu lagi mana simpul yang nyata dan mana simpul yang dusta.”
“Orang yang memendam perasaan sering kli terjebak oleh hatinya sendiri. Sibuk merangkai semua kejadian disekitarnya untuk membenarkan hatinya berharap. Sibuk menghubungkan banyak hal agar hatinya senang menimbun mimpi. Sehingga suatu ketika dia tidak tahu lagi mana simpul yang nyata dan mana simpul yang dusta.”
“Orang yang memendam perasaan seringkali terjebak oleh hatinya sendiri. Sibuk merangkai semua kejadian di sekitarnya untuk membenarkan hatinya berharap. Sibuk menghubungkan banyak hal agar hatinya senang menimbun mimpi. Sehingga suatu ketika dia tidak tahu lagi mana simpul yang nyata dan mana simpul yang dusta.”
“Ya Tuhan, aku sempurna tertikam oleh ilusiku sendiri. Pengkhianatan oleh hatiku yang sibuk meguntai simpul pertanda cinta.”
“Ibu, rasa nyaman selalu membuat orang-orang sulit berubah. Celakanya, kami sering kali tidak tahu kalau kami sudah terjebak oleh perasaan nyaman itu... Padahal di luar sana, di tengah hujan deras, petir, guntur, janji kehidupan yang lebih baik boleh jadi sedang menanti. Kami justru tetap bertahan di pondok reot dengan atap rumbia yang tampias di mana-mana, merasa nyaman, selalu mencari alasan untuk berkata tidak atas perubahan, selalu berkata 'tidak'... Ibu, rasa takut juga selalu membuat orang-orang sulit berubah. Celakanya, kami sering kali tidak tahu kalau hampir semua yang kami takuti hanyalah sesuatu yang bahkan tidak pernah terjadi... Kami hanya gentar oleh sesuatu yang boleh jadi ada, boleh jadi tidak. Hanya mereka-reka, lantas menguntai ketakutan itu, bahkan kami tega menciptakan sendiri rasa takut itu, menjadikannya tameng untuk tidak mau berubah.”
“Mungkin ada benarnya juga buku - buku itu bilang. Orang - orang yang jatuh cinta terkadang terbelenggu oleh ilusi yang diciptakan oleh hatinya sendiri.”
“ Kita tidak akan pernah merasakan kebahagiaan sejati dari kebahagiaan yang datang dari luar hati kita. Hadiah mendadak,kabar baik, keberuntungan, harta benda yang datang,pangkat, jabatan, semua itu hakiki. Itu datang dari luar. Saat semua itu hilang, dengan cepat hilang pula kebahagiaan. Sebaliknya rasa sedih, kehilangan, kabar buruk, nasib buruk, itu semua juga datang dari luar. Saat semua itu datang dan hati kau dangkal, hati kau seketika keruh berkepanjangan."" Berbeda halnya jika kau punya mata air sendiri di dalam hati. Mata air dalam hati itu konkret, Dam. Amat terlihat. Mata air itu menjadi sumber kebahagiaan tak terkira. Bahkan ketika musuh kau mendapatkan kesenangan, keberuntungan, kau bisa ikut senang atas kabar baiknya, ikut berbahagia, karena hati kau lapang dan dalam. Sementara orang-orang yang hatinya dangkal, sempit, tidak terlatih, bahkan ketika sahabat baiknya mendapatkan nasib baik, dia dengan segera iri hati dan gelisah.Padahal apa susahnya ikut senang.”