“Buat apa kamu membohongi perasaanmu begitu? Kamu pikir bicara tentang cinta itu berarti bicara tentang kondisi fisik? Kalau seperti itu yang ada di pikiranmu, semua orang pasti nggak ada yang berpasangan karena nggak ada seorang pun di dunia ini yang sempurna.”
“Abah bicara isi kitab suci! Kamu bicara tulisan orang yang sudah gila!""Setidaknya yang gila itu usaha sendiri. Bukan seperti Abah, bisanya cuma menadah sejarah. Cuma karena ada jutaan orang lain lagi yang punya kepercayaan sama seperti Abah, bukan berarti Abah jadi yang paling benar, kan?”
“Di dunia ini nggak ada yang nggak mungkin kalau kita berusaha, Tari.... Menurut hati lo mungkin nggak?”
“Apa yang kamu sering baca, lihat, dan dengar itu yang ada di kepalamu”
“Waktu itu semua sudah tidak ada yang bisa kuingat. Karena waktu itu kata-kata sudah seakan tidak berarti lagi. Yang ada di memoriku hanyalahwarna pekat. Kucari warna-waran lain , tidak pernah ada. Bahkan putih pun sudah seperti jelaga.”
“Tapi kan ada yang lebih penting dari sekadar selera..yang penting kan kita bareng-bareng terus berlima..menghargai pendapat semuanya, selera semuanya, ketawa buat semuanya, sedih buat semuanya. Lagian kita jangan pernah saklek bilang nggak suka sama sesuatu karena nggak ada yang saklek dan pasti di dunia ini, semuanya berubah.”