“Kalau begitu, apa gunanya punya akal, Richard Parker?Apakah sekadar untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari —- mencari makanan, pakaian, dan atap untuk berteduh?Kenapa akal tak bisa memberikan jawaban-jawaban yang lebih kompleks?Kenapa kita bisa menanyakan hal yang tak ada jawabannya?Buat apa punya jala begitu besar kalau sedikit sekali ikan yang bisa ditangkap?”
“Bahagia lahir dari rasa syukur yang tak henti padaNya dan usaha untuk senantiasa berbagi apa yang kita bisa pada sesama. Itulah sebabnya kita bisa memilih untuk berbahagia setiap hari, setiap kali.”
“Kamu tahu apa yang sulit, Ran? Hidup. Untuk mempertahankan hidup adalah sebuah perjuangan yang besar, sedangkan kematian, adalah hal yang paling mudah yang bisa dilakukan oleh manusia. Langkah tanpa otak. Kalau bisa, buktikan kalau kamu mampu bangkit dan bertahan.”
“Kematian selalu membuntuti Kehidupan dengan begitu dekat, bukanlah karena keharusan biologis, melainkan karena rasa iri. Kehidupan ini begitu indah, sehingga maut pun jatuh cinta padanya. Cinta yang pencemburu dan posesif, yang menyambar apapun yang bisa diambilnya”
“Sering aku disiksa oleh pertanyaan: mengapa A Ling bisa begitu? Apa salahku sehingga ia begitu? Apa yang ada di kepala seorang perempuan? Apakah pertimbangan yang bijak? Kecemasan? Atau sekadar dengungan? Sungguh aku tak mengerti. NAmun, perlukah aku mengerti? Kurasa tidak. Yang kuperlukan hanyalah menghormati keputusannya, dan karena Tuhan telah menciptakan manusia dengan hati dan pikiran yang boleh punya jalan masing-masing, penghormatan seharusnya tidak memerlukan pengertian. (hlm. 237)”
“manusia mungkin tidak punya kapasitas untuk mengampuni (barangkali hanya Tuhan yang bisa mengampuni), maka yang bisa kita lakukan adalah berdamai. Berdamai dengan sisi gelap yang tak bisa kita kuasai”
“Kita tidak bisa menyamakan kopi dengan air tebu. Sesempurna apa pun kopi yang kamu buat, kopi tetap kopi, punya sisi pahit yang tak mungkin kamu sembunyikan.”